Category: Global

Halangi Penyidikan Kasus Korupsi, Advokat di Jambi Dihukum 3 Tahun Bui

Jakarta (VLF) – Advokat Tengku Ardiansyah dihukum 3 tahun penjara karena menghalang-halangi penyidikan kasus korupsi yang dilakukan kejaksaan. Putusan itu diketok oleh Pengadilan Negeri (PN) Jambi dan dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Jambi.

Hal itu tertuang dalam putusan PT Jambi yang dilansir websitenya, Senin (12/9/2022). Kasus bermula saat Kejaksaan Negeri Tanjung Jabung Timur (Kejari TJT) menyelidiki kasus korupsi KPU TJT tahun anggaran 2020. Tengku Ardiansyah saat itu menjadi kuasa Ketua KPU TJT, Nurkholis yang berstatus sebagai tersangka.

“Terdakwa Tengku Ardiansyah SH MH selaku penasihat hukum memerintahkan saksi Nurkholis selaku prinsipal pemohon untuk tidak menghadiri praperadilan dengan alasan apabila prinsipal pemohon hadir maka akan dilakukan penangkapan oleh pihak Kejaksaan Negeri Tanjung Jabung Timur,” demikian urai jaksa.

Selain itu, kata jaksa, Tengku Ardiansyah juga mengarahkan agar para saksi tidak memenuhi panggilan penyidikan penyidik.

“Terdakwa menarik tangan saksi Sumardi untuk keluar ruangan penyidik yang sedang menjalani pemeriksaan oleh Penyidik, merupakan upaya perbuatan-perbuatan untuk mencegah, merintangi atau mengagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan yang dilakukan oleh penyidik,” ujar jaksa.

Atas hal itu, jaksa menjerat Tengku Ardiansyah dengan Pasal 21 UU Tipikor. Tuntutan jaksa dikabulkan. PN Jambi menyatakan Tengku Ardiansyah terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana diatur Pasal 21 UU Tipikor dan diberi hukuman 3 tahun penjara dengan denda Rp 200 juta subsidair 2 bulan kurungan.

Tengku Ardiansyah tidk terima dan mengajukan banding. Apa kata majelis tinggi?

“Menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jambi Nomor 3/Pid.Sus-TPK/2922/PN Jmb tanggal 4 Juli 2022 yang dimintakan banding tersebut,” ujar majelis tinggi yang diketuai Kristwan Damanik dengan anggota John Tony Hutauruk dan Bambang Pujianto.

Majelis menilai pada hakikatnya UU Tipikor ini antara lain bertujuan untuk memberikan efek jera. Di samping itu penjatuhkan pidana terhadap pelaku untuk memberikan dampak pencegahan dengan adanya paksaan psikis kepada masyarakat.

“Merupakan prinsip dalam penjatuhan pidana harus sebanding dengan bobot kesalahan Terdakwa, pemidanaan tidak boleh mencerminkan kesewenang-wenangan tanpa melihat fungsi dan arti dari pidana itu sendiri dan pemidanaan harus mempertimbangkan segi keadilan, kemanfaatan dan hasil guna. Hakikat pemidanaan itu harus merefleksikan tujuan pembinaan dan pengajaran bagi diri Terdakwa, yang pada gilirannya Terdakwa bisa merenungi apa yang telah diperbuatnya sehingga diharapkan akan timbul perasaan jera pada diri Terdakwa, yang pada gilirannya bisa mencegah orang lain agar tidak melakukan kesalahan serupa,” urai majelis hakim.

( Sumber : Halangi Penyidikan Kasus Korupsi, Advokat di Jambi Dihukum 3 Tahun Bui )

Diperintah Hakim Keluarkan Edy Mulyadi dari Tahanan, Begini Kata Jaksa

Jakarta (VLF) – Hakim memerintahkan agar Edy Mulyadi segera dikeluarkan dari tahanan usai divonis 7 bulan 15 hari penjara terkait kasus ‘tempat jin buang anak’ karena menyiarkan kabar yang tidak pasti. Jaksa akan menjalankan perintah hakim tersebut untuk mengeluarkan Edy dari tahanan segera mungkin.

“(Akan) Melaksanakan putusan hakim,” kata Kasi Intel Kejari Jakpus, Bani Imanuel Gingting, dalam keterangannya, Senin (12/9/2022).

Namun nantinya jaksa juga akan mengajukan upaya hukum banding terhadap vonis tersebut. Sebab diketahui vonis ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa sebelumnya yang menuntut Edy Mulyadi dengan hukuman 4 tahun penjara.

Sebelumnya, Hakim ketua Adeng AK memerintahkan agar Edy Mulyadi segera dikeluarkan dari sel tahanan usai dibacakannya vonis 7 bulan 15 hari terkait kasus ‘tempat jin buang anak’. Apa alasan hakim?

Mulanya, hakim ketua Adeng AK membacakan amar putusan dengan menjatuhkan pidana terhadap Edy Mulyadi, yakni 7 bulan 15 hari penjara. Hakim menyatakan Edy terbukti bersalah menyiarkan kabar tidak pasti.

“Mengadili, menyatakan, terdakwa Edy Mulyadi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perbuatan menyiarkan kabar yang tidak pasti atau tidak lengkap sedangkan ia mengerti setidak tidaknya patut menduga kabar demikian dapat menimbulkan keonaran di masyarakat,” kata hakim ketua Adeng AK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Senin (12/9/2022).

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa yakni 7 bulan 15 hari” imbuhnya.

Hakim memerintahkan Edy segera dikeluarkan dari tahanan.

“Memerintahkan terdakwa segera dikeluarkan dari tahanan,” kata hakim.

Edy Mulyadi dinyatakan bersalah melanggar Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Hakim mengungkapkan alasan Edy harus segera keluar dari sel tahanan. Hal itu karena, pidana yang dijatuhkan terhadap Edy sama dengan masa penangkapan atau penahanan yang telah dijalani.

“Oleh karena masa pidana yang akan dijatuhkan terhadap terdakwa sama dengan masa penangkapan atau penahanan yang telah dijalani terdakwa, maka perlu diperintahkan agar terdakwa segera dikeluarkan dari tahanan,” kata hakim.

( Sumber : Diperintah Hakim Keluarkan Edy Mulyadi dari Tahanan, Begini Kata Jaksa )

Komnas HAM Minta Hakim Jatuhkan Hukuman Berat ke Ferdy Sambo Cs

Jakarta (VLF) – Polri saat ini tengah berupaya melengkapi berkas perkara para tersangka pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yoshua Hutabarata. Jika sudah lengkap, Ferdy Sambo cs akan diadili di pengadilan.

Komnas HAM pun mendorong hakim yang menangani perkara tersebut menjatuhkan vonis seberat-beratnya ke seluruh tersangka.

“Terduga yang mungkin sebentar lagi maju ke pengadilan, kami berharap melalui prinsip-prinsip fair trial, majelis hakim bisa memberikan hukuman yang seberat-beratnya atau yang setimpal apa yang dilakukan sebagai tindak pidana,” ujar Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dilansir detikNews, Senin (12/9/2022).

Dia menyebut Ferdy Sambo cs disangkakan melakukan pembunuhan berencana sehingga disangkakan melanggar Pasal 340 KUHP. Dari seluruh penelusuran dan investigasi yang dilakukan Komnas HAM, kata dia, ada dua kesimpulan yang bisa diambil.

“(Pertama) kami berkesimpulan telah terjadi extrajudicial killing yang dilakukan oleh dalam hal ini saudara FS (Ferdy Sambo) terhadap almarhum Brigadir Yosua,” terangnya.

“Yang kedua, kesimpulan yang kami sangat yakin adalah telah terjadi secara sistematik apa yang kita sebut obstruction of justice yang sekarang sedang ditangani oleh penyidik maupun timsus Mabes Polri,” lanjutnya.

Dalam perkara pembunuhan Brigadir J Polri sudah menetapkan lima tersangka yakni Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky, Kuat Ma’ruf.

( Sumber : Komnas HAM Minta Hakim Jatuhkan Hukuman Berat ke Ferdy Sambo Cs )

Disoal Yasonna, PP Pengetatan Remisi Koruptor Ternyata Dihapus MA

Jakarta (VLF) – Banyaknya koruptor yang bebas bersyarat ramai menjadi sorotan masyarakat. Menkumham Yasonna Laoly merespons terkait polemik itu dengan menyebut pembebasan bersyarat itu sudah sesuai dengan aturan yang ada.

Yasonna awalnya menyebut pembebasan bersyarat terhadap para koruptor itu berdasarkan aturan yang berlaku. Dia lantas menyinggung terkait judicial review PP 99/2012 atau yang dikenal sebagai PP Pengetatan Remisi Koruptor yang sudah di-review oleh Mahkamah Agung.

“Kita harus sesuai ketentuan aja, aturan UU-nya begitu,” kata Yasonna kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (9/9/2022).

“Karena UU, jadi kan PP 99 sudah di-review, ada juga keputusan MK mengatakan bahwa narapidana berhak remisi. Jadi kan sesuai prinsip nondiskriminasi, ya. Kemudian di-judicial review-lah PP 99. Nah itu makanya kita dalam penyusunan UU Pas, menyesuaikan judicial review, nggak mungkin lagi kita melawan aturan dari keputusan JR terhadap UU yang ada,” lanjut Yasonna

Berdasarkan penjelasan Yasonna, pembebasan bersyarat kini berlaku terhadap semua narapidana, termasuk tersangka koruptor, setelah disetujuinya judicial review PP 99 pada 2021 oleh Mahkamah Agung.

Lantas bagaimana perjalanan judicial review PP 99/2012 yang mulai diajukan pada 2013?

Berdasarkan catatan detikcom, judicial review terhadap PP 99/2012 ini sudah berkali-kali diajukan oleh beberapa pihak. Kebanyakan dari mereka yang mengajukan adalah mantan terpidana korupsi.

Salah satunya pada 2013, judicial review sempat diajukan ke Mahkamah Agung (MA) oleh terpidana korupsi Rebino, yang melimpahkan kuasanya kepada Yusril Ihza Mahendra.

Kala itu, MA menolak permohonan Rebino. Perkara nomor 51 P/HUM/2013 diadili oleh 5 hakim agung, yaitu M Saleh, Yulius, Supandi, Artidjo Alkostar, dan Imam Soebchi. Vonis diketok pada Selasa (26/11/2013) dengan ketua majelis M Saleh.

Delapan tahun kemudian atau pada 2021, judicial review diajukan kembali oleh lima terpidana korupsi yang sedang menghuni LP Sukamiskin, salah satunya Kepala Desa Subowo. Mereka adalah mantan kepala desa dan warga binaan yang saat itu tengah menjalani pidana penjara di Lapas Sukamiskin, Bandung.

Mereka mengajukan judicial review PP Nomor 99 Tahun 2012 Pasal 34 A ayat (1) huruf (a) dan b, Pasal 34A ayat (3), dan Pasal 43 A ayat (1) huruf (a), Pasal 43A ayat (3) PP No 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan terhadap UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Saat itulah, MA berubah pendirian. MA berbalik badan dan berubah pendirian dengan menghapus pengetatan remisi koruptor yang tercantum pada PP Nomor 99 Tahun 2012.

MA beralasan terpidana koruptor tidak boleh dbeda-bedakan dengan terpidana kejahatan lainnya. Putusan itu diketok oleh ketua majelis Supandi dengan anggota Yodi Martono dan Is Sudaryono.

Akibat putusan itu, pemberian remisi koruptor, bandar narkoba, dan terorisme pun kembali sesuai PP 32/1999. Pemberian remisi sesuai PP 32/1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan juncto PP Nomor 28 Tahun 2006, diterapkan dengan tidak memandang jenis kejahatan yang dilakukan.

Berikut syarat pemberian remisi bagi semua napi:

1. berbuat jasa kepada negara;
2. melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan; atau
3. melakukan perbuatan yang membantu kegiatan lapas.
4. Ketentuan untuk mendapatkan remisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berlaku juga bagi narapidana dan anak pidana yang menunggu grasi sambil menjalani pidana.

Untuk mendapatkan pembebasan bersyarat juga disamakan tanpa melihat latar belakang kejahatan si narapidana. Hal itu tertuang dalam Pasal 43 , yaitu:

1. Setiap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan kecuali Anak Sipil, berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.
2. Pembebasan bersyarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi Narapidana dan Anak Pidana setelah menjalani pidana sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari masa pidananya dengan ketentuan 2/3 (dua pertiga) masa pidana tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan.
3. berkelakuan baik selama menjalani masa pidana sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua per tiga) masa pidana.
4. Pembebasan bersyarat bagi Anak Negara diberikan setelah menjalani pembinaan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.

Alasan Majelis Cabut PP Pengetatan Remisi Koruptor
Dalam pertimbangannya, majelis judicial review menyatakan narapidana bukan hanya objek, tapi juga subjek, yang tidak berbeda dengan manusia lainnya, yang sewaktu-waktu dapat melakukan kekhilafan yang dapat dikenai pidana sehingga tidak harus diberantas. Namun yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum.

“Bahwa, berdasarkan filosofi pemasyarakatan tersebut, rumusan norma yang terdapat di dalam peraturan pelaksanaan UU No 12 Tahun 1995 sebagai aturan teknis pelaksana harus mempunyai semangat yang sebangun dengan filosofi pemasyarakatan yang memperkuat rehabilitasi dan reintegrasi sosial serta konsep restorative justice,” kata jubir MA hakim agung Andi Samsan Nganro kepada detikcom, Jumat (29/10/2021).

Majelis menilai sejatinya hak mendapatkan remisi harus diberikan tanpa terkecuali. Yang artinya berlaku sama bagi semua warga binaan untuk mendapatkan haknya secara sama, kecuali dicabut berdasarkan putusan pengadilan.

“Persyaratan untuk mendapatkan remisi tidak boleh bersifat membeda-bedakan dan justru dapat menggeser konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial yang ditetapkan serta harus mempertimbangkan dampak overcrowded di lapas,” tutur majelis.

Syarat-syarat tambahan di luar syarat pokok untuk dapat diberikan remisi kepada narapidana seharusnya lebih tepat dikonstruksikan sebagai bentuk (reward) berupa pemberian hak remisi tambahan di luar hak hukum yang telah diberikan. Sebab, segala fakta hukum yang terjadi di persidangan. Termasuk terdakwa yang tidak mau jujur mengakui perbuatannya serta keterlibatan pihak lain dijadikan bahan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan yang memberatkan hukuman pidana. Sampai titik tersebut, persidangan telah berakhir dan selanjutnya menjadi kewenangan lapas.

“Kewenangan memberikan remisi adalah menjadi otoritas penuh lembaga pemasyarakatan yang dalam tugas pembinaan terhadap warga binaannya tidak bisa diintervensi oleh lembaga lain, apalagi bentuk campur tangan yang justru akan bertolak belakang dengan pembinaan warga binaan,” beber Andi menuturkan pertimbangan majelis.

Lapas dalam memberikan penilaian terhadap setiap narapidana untuk dapat diberi remisi harus dimulai sejak yang bersangkutan menyandang status warga binaan dan bukan masih dikaitkan dengan hal-hal lain sebelumnya.

“Diberikannya remisi kepada warga binaan dengan syarat warga binaan tersebut telah melakukan pengembalian kerugian uang negara terlebih dahulu dan warga binaan tersebut bukanlah residivis dari perkara korupsi,” jelasnya.

( Sumber : Disoal Yasonna, PP Pengetatan Remisi Koruptor Ternyata Dihapus MA )

Terdakwa Divonis Lepas, Korban Investasi Alkes Puluhan Miliar Lapor KY

Jakarta (VLF) – Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) melepaskan empat terdakwa, Kevin Lime dkk di kasus investasi alkes bodong. Atas hal itu, pihak korban melaporkan hal itu ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA).

Laporan itu diwakili kuasa hukum korban, Toni Mulia ke Gedung KY, Jumat (9/9/2022). Laporan itu diterima bagian penerima aduan masyarakat, Lina.

“Pada prinsipnya kami menemukan kejanggalan-kejanggalan pada pertimbangan hakim yang pada intinya menyatakan tindak pidana terbukti tapi bukan merupakan pidana,” kata tim kuasa hukum lainnya, Leander Elian Zunggava saat dihubungi detikcom.

“Kami juga menyayangkan hakim yang menyatakan perbuatan Terdakwa bukan pidana, padahal di persidangan Terdakwa tidak bisa menjelaskan dari mana dia beli alkes, dan ke mana dia jual alkes tersebut,” sambung Leander.

Sebelumnya, mereka juga melaporkan nama-nama hakim yang mengadili kasus itu ke Bawas MA. Harapannya agar hukum dan keadilan bisa ditegakkan seadil-adilnya.

“Kami berharap Bawas MA dan KY bisa melakukan investigasi terhadap majelis hakim yang kami rasa tidak memberikan putusan yang mencerminkan keadilaan bagi para korban dan masyarakat umum,” ujar Leander Elian Zunggava.

Leander Elian Zunggava membeberkan sejumlah kejanggalan di persidangan.

“Mengenai klaim bahwa barang bukti senilai Rp 70 miliar lebih juga kami mempertanyakan dasar klaim tersebut yang kami duga kuat jauh dari angka tersebut. Oleh karenanya kita sudah menyurati Kejari Utara untuk melakukan appraisal terhadap nilai dari bukti yang disita,” beber Leander Elian Zunggava.

Sebelumnya, jaksa sudah mengajukan kasasi kasus terhadap Kevin Lime dengan tuntutan 3 tahun 10 bulan. Sebab, Kevin divonis lepas. Atas kasasi itu, kuasa hukum Kevin Lime menghormatinya.

“Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan, dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu atau kedaan palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat utang atau menghapus piutang” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 378 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan pertama. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa KEVIN LIME dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan 10 (bulan) dikurangi masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa,” demikian bunyi memori kasasi jaksa yang dikutip detikcom, Jumat (9/9/2022).

Saat dihubungi terpisah, kuasa hukim Kevin Liem, Rony Hutahahean menyatakan mengapresiasi putusan lepas yang dijatuhkan PN Jakut.

“Kami mengapresiasi putusan majelis hakim PN Jakut. Kami menghargai upaya yang dilakukan kejaksaan dan kami menunggu memori kasasinya dan akan mengajukan kontrakasasi,” kata Rony.

Rony berkeyakinan kliennya tidak bersalah karena hubungan kliennya dengan pelapor dalah hubungan keperdataan sehingga tidak bisa dipidanakan. Hal itu diperkuat dengan pengakuan utang pelapor dalam permohonan kasus permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

“Karena pelapor mengajukan gugatan perdata sampai dua kali (PKPU) dan di dalam gugatannya, hubungan hukum timbul akibat utang piutang yang telah jatuh tempo,” ujar Rony.

Rony juga menyatakan kliennya tidak melakukan usaha fiktif. Sebab di persidangan telah dihadirkan bukti 3.400 boks alkes.

“Jadi kami tidak bisa menilai itu fiktif,” ucap Rony.

Selain itu, aset kliennya yang disita mencapai Rp 72 miliar. Sedangkan utang yang dipermasalahkan Rp 42 miliar.

“Maka ada kemampuan melakukan pembayaran atas aset yang disita. Dari bulan Februari-November 2021 sudah melakukan pembayaran termasuk pelapor. Kami menyajikan itu sebagai alat bukti, tak satupun yang setuju Kevin dihadapkan sebagai terdakwa. Mereka (investor lainnya-red) ingin melanjutkan pembayaran karena dari Februari sampai November tidak pernah telat pembayaran,” tegas Rony.

Sebagaimana diketahui, kasus bermula saat Kevin Lime menawarkan investasi pengadaan alasan kesehatan (alkes) untuk alat pelindung diri (APD) Covid-19 pada 2021. Kevin Lime menawarkan keuntungan 37 persen kepada investor. Tawaran ini menggiurkan dan banyak orang yang tertarik investasi.

Kepada korban, KL mengaku sedang bekerja sama dengan instansi pemerintah terkait pengadaan alkes. Belakangan, para investor merasa ditipu dan melaporkan kasus itu ke Mabes Polri. Atas laporan itu, Kevin Lime ditahan sejak 21 Januari 2021 hingga dilepaskan oleh PN Jakut pada 23 Agustus 2022.

“Berdasarkan hasil penyelidikan diketahui bahwa KL tidak pernah ada project terkait pengadaan alkes untuk tender-tender di pemerintahan maupun swasta,” ucap kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Gatot Repli.

Kevin Lime kemudian ditahan dan diadili. Jaksa mendakwa menilai Kevin telah melakukan sejumlah perbuatan penipuan dan penggelapan. Jaksa lalu menuntut terdakwa 3 tahun 10 bulan penjara. Ternyata majelis hakim berkata lain.

“Menyatakan terdakwa Kevin Lime tersebut di atas terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan tindak pidana. Melepaskan terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum,” demikian bunyi putusan majelis PN Jaku.

Duduk sebagai ketua majelis Suratno serta anggota Rudi Fahruddin Abbas dan Denny Riswanto. Majelis menilai kasus tersebut adalah kasus perdata.

“Oleh karena telah memberikan persetujuannya, maka menurut majelis hakim telah terjadi persesuaian kehendak antara saksi dengan terdakwa untuk mengikatkan diri dalam kerjasama suntik modal yang ditawarkan oleh terdakwa, sehingga antara saksi dan terdakwa terikat pada kesepakatan tersebut (asas pacta sunst servanda),” ucap majelis.

( Sumber : Terdakwa Divonis Lepas, Korban Investasi Alkes Puluhan Miliar Lapor KY )

Bupati Nonaktif Kolaka Timur Segera Disidang di Kasus Dana PEN

Jakarta (VLF) – KPK telah melimpahkan berkas perkara milik Bupati nonaktif Kolaka Timur Andy Merya hingga adik Bupati Muna La Ode Muhammad Rusdianto Emba ke Pengadilan Tipikor Jakarta. Andy Merya dkk akan segera disidang di kasus suap pengajuan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebut berkas tersebut telah dilimpahkan oleh Jaksa KPK pada Kamis (8/9) kemarin. Keduanya bakal disidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

“Jaksa KPK Diky Wahyu Ariyanto, (8/9) telah selesai melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan Terdakwa Andi Merya dan kawan-kawan ke Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat,” kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (9/9/2022).

Kemudian, saat ini penahanan terhadap para tersangka di perkara ini bukan lagi menjadi wewenang KPK. Ali menjelaskan status penahanan atas mereka sudah menjadi tanggung jawab Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

“Saat ini kewenangan penahanan Terdakwa Andi Merya, LM Rusdianto Emba dan Sukarman Loke adalah Pengadilan Tipikor,” ujarnya.

Ali menyebut saat ini pihaknya bakal menunggu penetapan terkait penunjukan majelis hakim hingga penetapan sidang perdana.

“Tim Jaksa berikutnya menunggu penetapan penunjukan Majelis Hakim dan penetapan hari sidang dengan agenda pertama pembacaan surat dakwaan,” tutup Ali.

Sebelumnya, KPK juga telah melengkapi berkas perkara La Ode Muhammad Rusdianto Emba (LMRE) yang merupakan adik Bupati Muna, La Ode Muhammad Rusman Emba. Rusdianto Emba merupakan tersangka di perkara suap pengajuan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Selain berkas perkara Rusdianto Emba, KPK juga telah melengkapi berkas perkara milik tersangka Sukarman Loke (SL). Berkas keduanya telah diserahkan penyidik KPK kepada Jaksa pada Kamis (25/8).

“Hari Kamis (25/8) telah selesai dilaksanakan Tahap II (penyerahan Tersangka dan barang bukti) untuk Tersangka SL (Sukarman Loke) dan Tersangka LMSA (Laode M. Syukur Akbar) dari Tim Penyidik pada Tim Jaksa karena seluruh kelengkapan formil maupun materil berkas perkara penyidikan dinyatakan lengkap,” kata Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (26/8/2022).

Adapun terkait penahanan keduanya, terang Ali, bakal menjadi wewenang Tim Jaksa. Ali menyebut Sukarman Loke bakal ditahan di Rutan KPK pada kaveling C1 dan Rusdianto Emba bakal ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.

“Penahanan saat ini menjadi wewenang Tim Jaksa dan dilakukan penahanan untuk masing-masing selama 20 hari kedepan, terhitung 25 Agustus 2022 s/d 13 September 2022,” jelas Ali.

Selanjutnya, Jaksa memiliki waktu 14 hari kerja untuk melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Keduanya bakal segera disidang.

“Dalam waktu 14 hari kerja, berkas perkara dan surat dakwaan segera di limpahkan ke Pengadilan Tipikor,” tutup Ali.

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan tiga tersangka, yakni Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur (AMN), eks Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto (MAN), dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna La Ode M Syukur Akbar (LMSA).

KPK menyebut Rusdianto Emba diminta bantuan oleh Andy Merya terkait pengajuan dana PEN Kabupaten Kolaka Timur pada tahun 2021. KPK menduga adanya kesepakatan antara Rusdianto Emba dan Andi Merya jika pengajuan tersebut cair.

Andi Merya menjanjikan bakal memberikan sejumlah pengerjaan proyek kepada Rusdianto Emba jika pengajuan tersebut berhasil. Total proyek yang dimaksud bernilai puluhan miliar.

Rusdianto Emba diduga bekerja sama dengan Sukarman Loke yang saat itu menjadi Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna. Keduanya menyarankan agar Andi Merya menyerahkan uang kepada M Ardian Noervianto selaku eks Dirjen Bina Keuda Kemendagri.

Rusdianto Emba dan Sukarman Loke diduga memfasilitasi pertemuan Andi Merya dan M Ardian di Jakarta. Dalam pertemuan itu, M Ardian meminta uang Rp 2 miliar agar pengajuan dana PEN Kolaka Timur dapat disetujui.

( Sumber : Bupati Nonaktif Kolaka Timur Segera Disidang di Kasus Dana PEN )

Jaksa Sita Rumah Eks Kepala UPT Dinas Kehutanan DKI di Kasus Mafia Tanah

Jakarta (VLF) – Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta terus melakukan penyitaan dalam kasus dugaan korupsi kegiatan pembebasan lahan oleh Dinas Kehutanan DKI Jakarta di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, pada 2018. Terbaru, jaksa menyita tanah dan bangunan milik tersangka yang merupakan mantan Kepala UPT Tanah Dinas Kehutanan DKI, HH, di kawasan Depok.

“Jaksa penyidik melakukan penyitaan berupa sebidang tanah dan bangunan seluas 200 meter persegi yang terletak di Perumahan Pesona Kayangan Blok FI Nomor 09 Kelurahan Mekarjaya Kecamatan Sukmajaya kota Depok Jawa Barat milik tersangka HH,” kata Asisten Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta Nurcahyo Jangkung Madyo dalam keterangan pers tertulisnya, Jumat (9/9/2022).

Nurcahyo menerangkan pihaknya juga turut menyita satu unit mobil merek Toyota Kijang Innova milik HH dan satu unit motor merek Kawasaki tipe BJ175A milik tersangka JF. Tak hanya itu, jaksa juga menyita satu unit mobil merek Audi A6 milik tersangka lainnya yakni inisial MTT.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Ade Sofyansah mengatakan penyitaan aset-aset milik tersangka itu diduga hasil tindak pidana korupsi. Ade menyebut perbuatan para tersangka merugikan negara senilai Rp 17,7 miliar.

“Selain itu, berdasarkan penyidikan akibat dari perbuatan para tersangka kerugian negara cq Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kurang lebih sebesar Rp 17.770.209.683,” ujar Ade.

Ade menyebut penyitaan ini dilakukan berdasarkan persetujuan Pengadilan Negeri Depok. Penyitaan aset, ucap Ade, merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mengambil alih dan menyimpan di bawah penguasaannya, baik berupa benda bergerak maupun tidak bergerak, untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.

“Banyaknya cara dalam menyembunyikan aset para pelaku tindak pidana korupsi membuat jaksa penyidik sering kesulitan dalam melakukan pencarian dan penyitaan aset para pelaku tindak pidana korupsi,” ungkapnya.

“Jaksa penyidik dapat mengoptimalkan pengumpulan data-data aset para pelaku tindak pidana korupsi sehingga jaksa dapat lebih efisien dalam mengembalikan kerugian negara yang disebabkan dari perbuatan korupsi,” imbuhnya.

3 Tersangka Ditahan
Kejati DKI diketahui sebelumnya menahan 3 orang tersangka dalam kasus ini. Salah satu tersangka yang ditahan merupakan mantan Kepala UPT Tanah Dinas Kehutanan DKI berinisial HH.

Ketiga tersangka yang ditahan adalah mantan Kepala UPT Tanah Dinas Kehutanan DKI inisial HH, Notaris inisial LD, dan tersangka MTT (swasta). Ketiga orang tersangka tersebut ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 ke depan.

Tersangka Baru
Selain itu, pada Selasa (19/7), tim penyidik bidang Pidsus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta juga telah menetapkan tersangka baru dalam kasus Mafia Tanah Cipayung ini, yakni JF (swasta). Ashari mengatakan JF dalam proses pembebasan lahan tersebut bekerjasama dengan Tersangka LD sehingga lahan di Kelurahan Setu Kecamatan Cipayung dapat dibebaskan oleh Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta.

( Sumber : Jaksa Sita Rumah Eks Kepala UPT Dinas Kehutanan DKI di Kasus Mafia Tanah )

Melihat Lagi Kasus 4 ‘Koruptor Pengadilan’ yang Bebas Bersyarat

Jakarta (VLF) –  23 Koruptor bebas bersyarat pada Selasa (6/9) kemarin. Dari jumlah itu, ada 4 ‘koruptor pengadilan’. Dari hakim konstitusi, Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) hingga pejabat Mahkamah Agung (MA).

Berdasarkan catatan detikcom, Jumat (9/9/2022), nama pertama yaitu mantan hakim konstutusi Patrialis Akbar. Sebelum menjadi hakim konstitusi, Patrialis Akbar adalah anggota DPR dari PAN dan menjadi Mentei Hukum dan HAM di era SBY. Tidak lama setelah direshuffle, Patrialis Akbar diangkat SBY menjadi hakim konstitusi.

Patrialis Akbar masuk penjara karena menerima suap dari pengusaha Basuki Hariman dan Ng Fenny. Suap itu dimaksudkan agar mempengaruhi putusan MK terkait penanganan perkara judicial review UU No 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan,

“Untuk mengabulkan gugatan uji materi terpidana, oleh terpidana diserahkan uang untuk Patrialis Akbar melalui Kamaluddin, pertama USD 20 ribu, kedua USD 20 ribu, ketiga USD 10 ribu, keempat USD 20 ribu dan menjanjikan Rp 2 miliar apabila dapat mengabulkan uji materi tersebut,” ujar Wakil Ketua MA bidang Yudisial, Andi Samsan Nganro.

Akhirnya, Patrialis Akbar dihukum 7 tahun penjara. Adapun Basuki Hariman dan Ng Fenny dihukum 5,5 tahun penjara.

Selanjutnya ada nama mantan Wakil Ketua PN Bandung, Setyabudi Tejocahyono. Setyabudi ditangkap KPK pada 2013. Sebab Setyabudi menerima suap dari Wali Kota Bandung, Dada Rosada.

Di persidangan, Setyabudi berkicau bila Ketua PN Bandung, Singgih Budi Prakoso juga kecipratan.

Akhirnya Setyabudi dihukum 12 tahun penjara. Namun karena mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat, Setyabudi bisa keluar pada Selasa (6/9) kemarin. Adapun Singgih hingga kini tidak tersentuh dan saat ini menjadi hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta.

Sedangkan Dada Rosada divonis 10 tahun penjara dan telah bebas murni pada Kamis (8/9) kemarin.

Di urutan ketiga ada nama Panitera PN Jakpus, Edy Nasution. Edy harus meringkuk di penjara karena menerima suap dari Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro. Hal itu terkait sejumlah pengurusan perkara di PN Jakpus.

Akhirnya Edy dihukum 8 tahun penjara. Lagi-lagi karena berkelakuan baik, mendapatkan remisi, Edy bisa bebas bersyarat pada awal pekan ini.

Terakhir, ada Andri Tristianto Sutrisna. Jabatan terakhir yaitu Kepala Sub Direktorat Kasasi Perdata, Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata Mahkamah Agung (MA).

Andri ditangkap KPK karena menjadi makelar perkara di MA. Ia menerima sejumlah uang dari pengacara dengan janji bisa memenangkan perkara di kasasi/PK. Akhirnya KPK menangkap Andri pada 2015.

Setelah diadili di PN Jakpus, Andri dihukum 9 tahun penjara. Namun lamanya pidana itu tidak dijalani sepenuhnya di penjara. Sebab pada awal pekan ini Andri sudah mendapat pembebasan bersyarat.

( Sumber : Melihat Lagi Kasus 4 ‘Koruptor Pengadilan’ yang Bebas Bersyarat )

Kejari Pandeglang Ungkap Modus Eks Pegawai Bank BUMN Lakukan Kredit Fiktif

Jakarta (VLF) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Pandeglang mengungkap modus kredit fiktif yang dilakukan oleh eks pegawai bank BUMN cabang Pandeglang. Modus yang dilakukan tersangka ialah memalsukan dokumen.

“Yang pertama memang dilakukan oleh Tersangka, dan kemudian dia melakukan kredit fiktif. Dia tanda tangan sendiri, bikin pencairan sendiri, dan yang ngambil juga, memperkaya sendiri,” kata Kepala Kejari Pandeglang Helena Octaviane kepada wartawan, Kamis (8/9/22).

“Jadi ada beberapa nasabah yang KTP-nya dipakai untuk ngambil kredit. Jadi itu kerugiannya murni dari si pelaku memalsukan dokumen,” tambahnya.

Setelah melakukan proses administrasi tanpa sepengetahuan nasabah, kata Helena, pelaku langsung mentransfer uang kepada orang lain. Menurutnya, uang tersebut langsung diambil oleh pelaku.

“Pada prinsipnya si pelaku nipu, jadi dia ambil KTP orang, diambil uangnya, masuk ke rekening seseorang yang nanti kita cari, dan uang itu langsung diambil sama pelaku, dibawa sama dia,” ujarnya.

Diketahui, tersangka korupsi kredit fiktif tersebut ialah Zaenal Abidin, yang merugikan uang negara sebesar Rp 1,4 miliar. Saat ini tersangka masih dalam daftar pencarian orang (DPO).

Kejari Pandeglang sebelumnya menetapkan satu orang sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pada bank BUMN cabang Pandeglang. Kasus ini diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 1,4 miliar.

“Kita lidik, ada laporan hasil penyidikan dan penyelidikan di Bidang Pidsus. Di situ ternyata bank ini BUMN, ada uang negara, itu ada kerugian negara Rp 1,4 miliar,” kata Kasi Intel Kejari Pandeglang Wildan kepada wartawan, Kamis (4/8).

( Sumber : Kejari Pandeglang Ungkap Modus Eks Pegawai Bank BUMN Lakukan Kredit Fiktif )

KPK Tahan Bupati Mimika Terkait Korupsi Pembangunan Gereja

Jakarta (VLF) – KPK menahan Bupati Mimika Eltinus Omaleng. Dia ditetapkan sebagai tersangka di dugaan tindak pidana korupsi (TPK) pembangunan gereja Kingmi Mile 31 tahap 1 tahun anggaran 2015.

Pantauan detikcom, Kamis (8/9) pukul 16.15 WIB, Eltinus turun dari ruang pemeriksaan. Dia dikawal menuju ruang konferensi pers untuk diumumkan status penahanannya.

Nantinya Eltinus bakal ditahan selama 20 hari ke depan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK. Penahanan itu dimaksudkan untuk proses penyidikan.

Sebelumnya, Eltinus dijemput paksa oleh penyidik KPK saat berada di salah satu hotel di Jayapura, Papua. Kemudian, dia tiba di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, pada Kamis (8/9) pukul 12.43 WIB.

Eltinus turun dari mobil penyidik KPK dengan tangan terborgol dan mengenakan rompi tahanan KPK. Terlihat tiga personel Brimob berpakaian lengkap turut menggiring Eltinus ke ruang pemeriksaan KPK.

Diketahui, Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebut pihaknya bakal membawa Eltinus Omaleng ke gedung KPK, Jakarta, hari ini. Dia mengatakan Eltinus bakal diperiksa setibanya di Jakarta.

“Pagi ini (Kamis, 8/9) Bupati Mimika dibawa dari Jayapura menuju gedung Merah Putih KPK,” kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya.

Ali menjelaskan penyidik sebelumnya melakukan upaya jemput paksa atas Eltinus lantaran tidak kooperatif terhadap panggilan KPK. Dia menyebut KPK telah melayangkan surat pemanggilan kepada Eltinus sebanyak dua kali.

“Bupati Mimika sebelumnya dijemput paksa oleh tim penyidik KPK karena kami nilai yang bersangkutan tidak koperatif selama proses penyidikan perkara dimaksud. KPK telah berkirim surat panggilan terhadap yang bersangkutan pada 10 dan 17 Juni 2022, namun tidak hadir,” tutur Ali.

Adapun dalam perkara ini, KPK mengusut dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan gereja di Kabupaten Mimika, Papua. Pengumpulan sejumlah alat bukti dan pemeriksaan saksi dilakukan oleh KPK.

“Bahwa benar saat ini KPK sedang melakukan penyidikan atas dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 tahap 1 TA 2015 di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua,” kata Ali Fikri, dikutip detikcom, Kamis (8/9/2022).

Kemudian, Eltinus Omaleng mengajukan gugatan atas KPK lewat praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Hal itu berkaitan dengan penetapan status tersangka dirinya di perkara pembangunan gereja Kingmi Mile 32 di Kabupaten Mimika.

Namun hakim menolak praperadilan itu. Dalam putusannya, hakim menyebut penetapan tersangka terhadap Eltinus sudah cukup alat bukti.

“Mengadili menolak eksepsi seluruhnya, menolak permohonan peradilan pemohon,” kata hakim Wahyu Iman Santosa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (25/8).

Hakim menolak permohonan Eltinus yang menyebut ada cacat hukum dalam penetapan tersangka terhadapnya.

“Dalil pemohon penetapan tersangka termohon cacat hukum karena tidak adanya kerugian negara haruslah ditolak,” kata hakim.

( Sumber : KPK Tahan Bupati Mimika Terkait Korupsi Pembangunan Gereja )