Jakarta (VLF) – Advokat Tengku Ardiansyah dihukum 3 tahun penjara karena menghalang-halangi penyidikan kasus korupsi yang dilakukan kejaksaan. Putusan itu diketok oleh Pengadilan Negeri (PN) Jambi dan dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Jambi.
Hal itu tertuang dalam putusan PT Jambi yang dilansir websitenya, Senin (12/9/2022). Kasus bermula saat Kejaksaan Negeri Tanjung Jabung Timur (Kejari TJT) menyelidiki kasus korupsi KPU TJT tahun anggaran 2020. Tengku Ardiansyah saat itu menjadi kuasa Ketua KPU TJT, Nurkholis yang berstatus sebagai tersangka.
“Terdakwa Tengku Ardiansyah SH MH selaku penasihat hukum memerintahkan saksi Nurkholis selaku prinsipal pemohon untuk tidak menghadiri praperadilan dengan alasan apabila prinsipal pemohon hadir maka akan dilakukan penangkapan oleh pihak Kejaksaan Negeri Tanjung Jabung Timur,” demikian urai jaksa.
Selain itu, kata jaksa, Tengku Ardiansyah juga mengarahkan agar para saksi tidak memenuhi panggilan penyidikan penyidik.
“Terdakwa menarik tangan saksi Sumardi untuk keluar ruangan penyidik yang sedang menjalani pemeriksaan oleh Penyidik, merupakan upaya perbuatan-perbuatan untuk mencegah, merintangi atau mengagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan yang dilakukan oleh penyidik,” ujar jaksa.
Atas hal itu, jaksa menjerat Tengku Ardiansyah dengan Pasal 21 UU Tipikor. Tuntutan jaksa dikabulkan. PN Jambi menyatakan Tengku Ardiansyah terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana diatur Pasal 21 UU Tipikor dan diberi hukuman 3 tahun penjara dengan denda Rp 200 juta subsidair 2 bulan kurungan.
Tengku Ardiansyah tidk terima dan mengajukan banding. Apa kata majelis tinggi?
“Menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jambi Nomor 3/Pid.Sus-TPK/2922/PN Jmb tanggal 4 Juli 2022 yang dimintakan banding tersebut,” ujar majelis tinggi yang diketuai Kristwan Damanik dengan anggota John Tony Hutauruk dan Bambang Pujianto.
Majelis menilai pada hakikatnya UU Tipikor ini antara lain bertujuan untuk memberikan efek jera. Di samping itu penjatuhkan pidana terhadap pelaku untuk memberikan dampak pencegahan dengan adanya paksaan psikis kepada masyarakat.
“Merupakan prinsip dalam penjatuhan pidana harus sebanding dengan bobot kesalahan Terdakwa, pemidanaan tidak boleh mencerminkan kesewenang-wenangan tanpa melihat fungsi dan arti dari pidana itu sendiri dan pemidanaan harus mempertimbangkan segi keadilan, kemanfaatan dan hasil guna. Hakikat pemidanaan itu harus merefleksikan tujuan pembinaan dan pengajaran bagi diri Terdakwa, yang pada gilirannya Terdakwa bisa merenungi apa yang telah diperbuatnya sehingga diharapkan akan timbul perasaan jera pada diri Terdakwa, yang pada gilirannya bisa mencegah orang lain agar tidak melakukan kesalahan serupa,” urai majelis hakim.
( Sumber : Halangi Penyidikan Kasus Korupsi, Advokat di Jambi Dihukum 3 Tahun Bui )