Category: Global

Dipolisikan Jaksa di Mana-mana, Alvin Lim: Saya Tidak Takut Dipenjara!

Jakarta (VLF) – Advokat Alvin Lim dilaporkan jaksa di mana-mana gegara konten YouTube terkait ‘Kejaksaan Sarang Mafia, Isinya Sampah’. Alvin Lim mengaku tak takut dan siap menghadapi laporan para jaksa tersebut.

“Catat, Alvin Lim tidak takut dipenjara dan tidak akan mundur selangkahpun walau dipolisikan,” ujar Alvin Lim saat dikonfirmasi detikcom, Kamis (22/9/2022).

Alvin Lim mengatakan pernyataannya itu untuk mengkritisi lembaga kejaksaan. Hal ini, kata dia, karena kecintaannya kepada korps Adhyaksa.

“Selama Kejaksaan yang saya cintai bisa berubah lebih baik, saya rela kasih nyawa saya. Stop kemunafikan, stop koruptif mind dan be realis, demi masyarakat dan keadilan,” paparnya.

“Kritik terhadap institusi bukanlah pidana. Itu isi SKB UU ITE, SKB 3 menteri,” katanya.

Menurut Alvin Lim, pelaporan tersebut juga seharusnya bukan dilaporkan oleh institusi. Ia juga mengklaim punya bukti.

“Karena pencemaran nama baik itu berlaku kepada orang tertentu. Ketika bicara Institusi tidak ada pencemaran nama institusi,” katanya.

“Saya siap secara materi, juga perkataan saya di YouTube ada bukti rekaman, saksi dan bukti surat lengkap, fakta bukan hoax,” tambahnya.

Alvin Lim dilaporkan jaksa di mana-mana. Terbaru. Persatuan Jaksa Republik Indonesia (PERSAJA) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok yang melaporkan Alvin Lim ke Polres Metro Depok.

“Terlihat mereka diperintah atasan atau Kejagung untuk ramai-ramai serang saya seorang. Jadi sikap ini jelas menunjukkan kejaksaan pengecut, antikritik, dan tidak tanggap atas aspirasi masyarakat,” kata Alvin.

“Selama ini Jaksa Agung bicara pidana yang humanis hanyalah pencitraan. Buktinya ketika tersinggung akan kritikan lalu langsung pidanakan masyarakat. Harusnya kejaksaan mengacara komentar masyarakat semua mencemooh kejaksaan yang tidak mau akui institusinya masih perlu berbenah,”sambungnya.

Untuk diketahui, Advokat Alvin Lim kembali dipolisikan oleh jaksa di DKI Jakarta dan juga Riau gegara konten di YouTube soal ‘Kejaksaan Sarang Mafia, Isinya Sampah’. Kini, giliran Persatuan Jaksa Republik Indonesia (PERSAJA) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok yang melaporkan Alvin Lim ke Polres Metro Depok.

“Persaja pada Kejari Depok resmi mengambil langkah hukum dengan melaporkan ke Polres Metro Depok terhadap video viral Alvin Lim di YouTube Quotient TV terkait dugaan tindak pidana penghinaan terhadap institusi Kejaksaan RI dengan melanggar Undang-Undang ITE,” ujar Kepala Seksi Intelijen Kejari Depok, Andi Rio, dalam keterangan persnya yang diterima wartawan, Kamis (22/9/2022).

Laporan Persaja Kejari Depok tertuang dengan nomor laporan LP/B/2230/IX/2022/SPKT/POLRES METRO DEPOK tanggal 21 September 2022. Dalam laporan tersebut, Alvin Lim dituduh atas dugaan pelanggaran UU ITE.

( Sumber : Dipolisikan Jaksa di Mana-mana, Alvin Lim: Saya Tidak Takut Dipenjara! )

KPK Periksa Lukas Enembe Sebagai Tersangka Korupsi Senin Depan

Jakarta (VLF) – KPK telah melayangkan surat panggilan kedua kepada Gubernur Papua Lukas Enembe untuk hadir pada Senin, 26 September 2022, di gedung KPK. Lukas bakal diperiksa sebagai tersangka.

“Iya, informasi yang kami peroleh, benar surat panggilan sebagai tersangka sudah dikirimkan tim penyidik KPK,” kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (22/9/2022).

“Pemeriksaan diagendakan Senin, 26 September 2022, di gedung Merah Putih KPK,” lanjutnya.

Adapun panggilan Senin (26/9) tersebut, kata Ali, merupakan panggilan kedua Lukas Enembe. Sebelumnya, Lukas mengkonfirmasi ketidakhadirannya pada panggilan pertama 12 September lalu.

“Ini merupakan surat panggilan kedua. Sebelumnya, yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk hadir tanggal 12 September 2022 lalu namun mengkonfirmasi tidak dapat hadir,” ujar Ali.

Ali berharap pihak Lukas dapat bersikap kooperatif atas panggilan kedua ini. Sebab, KPK bakal memberikan kesempatan Lukas untuk menjelaskan segala keterangannya di hadapan penyidik.

“Kami berharap tersangka dan pengacaranya kooperatif hadir karena ini merupakan kesempatan untuk dapat menjelaskan langsung di hadapan tim penyidik KPK,” imbau Ali.

Ali menyebut menggalang narasi di ruang publik tidak bakal menjadi dasar pembuktian perkara pidana.

“Sebagai pemahaman bersama, membangun narasi di ruang publik tidak dapat dijadikan dasar pembuktian suatu perkara pidana,” sebutnya.

Dia memastikan KPK telah bekerja sesuai dengan prosedur dan ketentuan hukum. Sehingga, hak para tersangka juga telah diberikan secara hukum.

“Kami juga ingin tegaskan, proses penyidikan yang KPK lakukan ini telah sesuai prosedur dan ketentuan hukum, sehingga hak-hak tersangka pun kami pastikan diperhatikan sebagaimana koridor hukum berlaku,” tutup Ali.

Diberitakan sebelumnya, KPK memastikan bakal kirim surat panggilan kedua terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe. Surat panggilan itu bakal dikirim pada Rabu 21 September.

“Yang jelas saya tidak akan mengatakan, nanti akan ini, nanti akan ini. Yang akan saya lakukan di tahap ini, setelah panggilan pertama tidak datang, kita panggil,” kata Deputi Bidang Penindakan KPK Karyoto kepada wartawan, Selasa (20/9/2022).

“Panggilan kedua, yang akan dilayangkan mungkin besok akan dilayangkan ke Papua, dan waktu datang di minggu berikutnya, Senin atau Selasa,” tambahnya.

KPK mengatakan panggilan ulang itu sesuai dengan KUHAP. Dia mengatakan langkah menghadirkan tersangka untuk diperiksa tergantung kondisi yang berkembang.

“Pemanggilan adalah cara yang diatur dalam hukum acara pidana untuk menghadirkan tersangka, ada step-step-nya. Ada panggilan satu, panggilan dua, ada surat perintah membawa. Semuanya nanti akan tergantung dengan situasi kondisi, akan bisa berkembang,” ujarnya.

Respons Pihak Lukas atas Panggilan Kedua KPK
Kuasa hukum Gubernur Papua Lukas Enembe, yakni Aloysius Renwari, mengungkapkan kondisi terkini kliennya. Dia menyampaikan Lukas Enembe sampai saat ini masih dalam perawatan sehingga tidak dapat menghadiri panggilan KPK.

“Beliau masih dalam keadaan sakit dan tidak akan memenuhi panggilan kedua,” kata Aloysius saat dihubungi, Rabu (21/9/2022).

Aloysius mengatakan pihaknya akan memberikan surat keterangan medis Lukas Enembe kepada KPK. Surat medis sebagai bukti bahwa Lukas sedang sakit dan dalam perawatan.

“Dan akan kami menyurati pihak KPK dengan membawa surat sakit dari rekaman medisnya dari rumah sakit umum daerah Papua,” ujarnya.

Lebih lanjut Aloysius mengatakan kondisi kaki Lukas Enembe bengkak serta tensi darahnya tinggi. Lukas disebut mengalami stroke kedua.

“Beliau dirawat di rumahnya dalam keadaan sakit, kakinya bengkak tidak bisa jalan, tensinya tinggi. Ini kan stroke kedua Lukas Enembe,” imbuhnya.

( Sumber : KPK Periksa Lukas Enembe Sebagai Tersangka Korupsi Senin Depan )

Teguran Hakim ke Eks Perwira TNI AD Buru-buru Bela Diri di Kasus HAM Paniai

Jakarta (VLF) – Mayor Infanteri Purnawirawan Isak Sattu telah menjalani sidang dakwaan terkait kasus pelanggaran HAM berat di Kabupaten Paniai, Papua. Mantan perwira penghubung Kodim 1705/Paniai itu juga sempat mendapat teguran majelis hakim karena terburu-buru untuk membela diri.

Momen teguran hakim itu bermula saat tim jaksa penuntut umum telah selesai membacakan dakwaannya terhadap Isak Sattu di Ruang Bagir Manan, Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Rabu (21/9). Terdakwa dinyatakan melakukan pelanggaran HAM berat sehingga Ketua Majelis Hakim Sutisna Sawati mengarahkan terdakwa untuk berkonsultasi dengan penasihat hukum.

Hakim Sutisna meminta Isak Sattu untuk mempertimbangkan dengan kuasa hukumnya apakah akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa. Namun terdakwa justru menjawab majelis hakim bahwa surat dakwaan jaksa kurang tepat.

“Siap izin yang mulia saya tanggapi lisan. Bahwa dikatakan dalam dakwaan sistematik dan seakan sudah direncanakan. Padahal mendadak,” kata Isak di persidangan.

Mendengar hal tersebut, hakim Sutisna segera memotong pembicaraan terdakwa. Hakim menilai jawaban terdakwa tersebut sudah masuk dalam materi pokok perkara sehingga tidak tepat disampaikan saat sidang dakwaan.

“Kalau soal itu, sudah masuk materi acara. Jadi nanti saudara diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk memberikan keterangan,” kata hakim.

“Apa yang saudara ketahui, apa yang saudara lihat, apa yang saudara alami. Jadi eksepsi ini, mungkin sudah dijelaskan oleh penasihat hukum saudara kaitannya dengan formalitas surat dakwaan,” sambung Sutisna.

Oleh sebab itu majelis hakim berpaling mengalihkan pertanyaan kepada penasihat hukum terdakwa terkait surat dakwaan yang telah dibacakan Jaksa Penuntut Umum. Tim penasehat hukum terdakwa menyatakan tidak melakukan eksepsi.

“Tidak mengajukan yang mulia,” ujar Syahril Cakkari, selaku ketua tim kuasa hukum terdakwa.

Sebagaimana diketahui, terdakwa Isak didakwa melakukan pelanggaran HAM berat terkait kasus penembakan dan penganiayaan yang menewaskan empat orang dan 10 orang lainnya luka-luka di Paniai, Papua pada 2014 silam.

“Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,” kata tim jaksa penuntut umum yang diketuai oleh Erryl Prima Putra Agoes saat membacakan surat dakwaan di persidangan.

Jaksa menyatakan terdakwa Isak melakukan pelanggaran HAM berat karena membiarkan anggota Koramil 1705-02/Enarotali melakukan penembakan ke arah massa dan juga melakukan pengejaran serta penikaman dengan menggunakan sangkur di kawasan Pondok Natal Gunung Merah pada Senin 8 Desember 2014. Insiden ini diketahui menyebabkan 4 orang tewas.

“Padahal terdakwa Mayor Inf (Purn) Isak Sattu yang mempunyai kewenangan secara efektif bertindak sebagai komandan militer dalam hubungannya dengan bawahannya tidak melakukan tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaannya untuk mencegah atau menghentikan tindakan anggota yang melakukan penembakan dan kekerasan sehingga mengakibatkan 4 orang mati,” ujar jaksa.

( Sumber : Teguran Hakim ke Eks Perwira TNI AD Buru-buru Bela Diri di Kasus HAM Paniai )

KPK Arsipkan Laporan Dugaan Percobaan Suap ‘Titipan Bapak’ Kasus Sambo!

Jakarta (VLF) – Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo dilaporkan ke KPK atas dugaan percobaan suap guna menghambat proses pengungkapan kasus pembunuhan Brigadir Nopriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Namun kini laporan itu diarsipkan KPK karena disebut belum ditemukan adanya perbuatan pidana dalam laporan tersebut.

“Kami hanya ingin menjelaskan, artinya kalau kemudian laporan itu diarsipkan, itu maksudnya adalah sejauh ini memang kemudian belum ditemukan adanya peristiwa pidana, belum ditemukan perbuatan-perbuatan yang ngarah ke pidana,” kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta, demikian Selasa (20/9/2022).

Namun, Ali menyebut laporan tersebut juga dapat dilakukan verifikasi ulang. Hal itu dilakukan untuk memeriksa apakah ada tindakan peristiwa pidana di laporan tersebut atau tidak.

“Misalnya diarsipkan itu artinya tidak ditutup, tidak selesai. Ketika kemudian ada informasi baru, ya pasti kemudian kami verifikasi ulang, kami telaah ulang, kami pengayaan informasi ulang,” ucapnya.

Respons Pelapor: Tidak Tepat Lah!
Pelapor, Koordinator Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan (TAMPAK) Roberth Keytimudi Lobi merespons KPK yang mengarsipkan laporan terhadap Ferdy Sambo tersebut. Robert menyebut langkah KPK tersebut tidak tepat.

“Tidak tepat lah. Harusnya kan diberikan penjelasan sudah sejauh mana dia (KPK) melakukan penyelidikan itu, sudah sejauh mana dia melakukan penelitian itu, kan harus jelas. Jangan dia hanya sampaikan bahwa itu tidak terbukti, itu nggak jelas,” ujar Robert saat dihubungi, hari ini.

“Tidak ada penjelasan dari KPK sejauh mana hasil penelitian, dan penyelidikan. Apakah sudah bertemu dengan stafnya Ferdy sambo yang menyerahkan 2 amplop atau sudah bertemu dengan pegawai LPSK yang menolak pemberian amplop,” tambahnya.

Robert menilai jika memang belum terbukti seharusnya KPK menyelidikinya lebih mendalam. Termasuk, kata dia, dalam hal memeriksa Ferdy Sambo, anggota kepolisian yang diduga memberikan suap, hingga LPSK yang diduga ditawarkan suap tersebut.

“Harusnya menjelaskan melakukan penelitian terhadap orang yang menyerahkan amplop itu. Dia harusnya mendatangi Kadiv Propam, dia harus mendatangi LPSK, itu sebenarnya. Bukan hanya dia telepon telepon saja, nggak bisa begitu. Harusnya begitu sesuai dengan perintah undang-undang,” imbuhnya.

( Sumber : KPK Arsipkan Laporan Dugaan Percobaan Suap ‘Titipan Bapak’ Kasus Sambo! )

Jaksa Belum Siap, Sidang Tuntutan AKBP Dalizon Kembali Ditunda

Jakarta (VLF) – Sidang tuntutan AKBP Dalizon, terdakwa kasus suap Rp 10 miliar di Dinas PUPR Musi Banyuasin, kembali ditunda. Penundaan untuk kedua kalinya ini dilakukan karena JPU Kejaksaan Agung belum siap membacakan tuntutan.

Diketahui, sidang dengan agenda tuntutan itu awalnya dijadwalkan akan berlangsung pada hari ini pukul 09.00 WIB di PN Tipikor Palembang. Namun para hakim yang baru berkumpul di Pukul 10.00 WIB memutuskan bahwa sidang ditunda pada Senin (26/9/2022), pekan depan.

Menurut hakim, penundaan itu karena jaksa penuntut umum (JPU) Kejagung menyatakan belum siap. Majelis hakim yang diketuai Mangapul Manalu meminta JPU tidak lagi menunda dan segera menyampaikan pembacaan tuntutan pada Senin mendatang.

“Meminta kepada penuntut umum tuntutan terhadap terhadap terdakwa Dalizon harus dibacakan pada hari Senin, tanggal 26 dan tidak bisa di tunda lagi karena perkara ini di tanggal 19 bulan depan (19/10) harus putus,” tegas hakim, seperti dilansir detikSumut, Rabu (21/9/2022).

Mendengar keputusan Hakim tersebut, JPU hanya menjawab dengan memaklumi dan menyatakan bersedia.

“Iya baik, Yang Mulia,” singkat JPU.

Sementara tim JPU ketika diwawancarai memilih bungkam dan langsung meninggalkan ruang sidang.

Polda Sumsel Tepis AKBP Dalizon soal Setoran Rp 500 Juta Setiap Bulan
Polda Sumsel menyatakan tidak pernah menerima aliran uang atau dalam bentuk apa pun yang diduga sebagai suap dan semacamnya atas proses penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor). Pernyataan tersebut disampaikan Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Supriadi untuk merespons kesaksian terdakwa mantan Kepala Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumsel AKBP Dalizon.

AKBP Dalizon menyampaikan kesaksiannya itu dalam sidang kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap dari proyek pembangunan infrastruktur Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2019 di Pengadilan Negeri Tipikor kota setempat beberapa waktu lalu.

“Saya tegaskan bahwa Polda Sumsel tidak pernah menerima pembagian/aliran setoran uang Rp 300 juta-500 juta seperti yang disampaikan oleh yang bersangkutan (terdakwa Dalizon), karena Polda Sumsel ini bekerja sesuai dengan asas profesionalisme,” kata Supriadi didampingi Kepala Subbid Penmas Bidang Humas Polda Sumsel AKBP Erlangga kepada wartawan di Palembang, dilansir Antara, Senin (12/9/2022).

( Sumber : Jaksa Belum Siap, Sidang Tuntutan AKBP Dalizon Kembali Ditunda )

Kebijakan Raffles di Bidang Pengadilan Selama Menjadi Gubernur Jenderal

Jakarta (VLF) – Sistem peradilan yang dibuat oleh Thomas Stamford Raffles disebut lebih baik ketimbang pendahulunya, Herman Daendels. Dikatakan dalam buku Sejarah SMA Kelas XI Program IPA oleh Prof. Dr. M. Habib Mustopo, dkk., Raffles menerapkan sistem peradilan yang lebih berorientasi pada besar-kecil kesalahan, sedangkan Daendels berorientasi warna kulit/ras.

Menurut Raffles, pengadilan adalah benteng untuk mendapatkan keadilan. Sehingga, harus ada benteng yang sama untuk setiap warga negara.

Pemerintah Inggris sendiri mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai Gubernur Jenderal untuk wilayah Hindia Belanda. Dia berkuasa pada 1811-1814.

Mengutip dari Pengantar Hukum Indonesia tulisan Ratna Artha Windari, selama pemerintahannya, prefektur terbagi menjadi 19 dan kekuasaan bupati mulai dikurangi.

Dalam sektor ekonomi, Raffles menerapkan kebijakan landrente atau sewa tanah/pajak bumi untuk seluruh rakyat. Sementara, kebijakan Raffles di bidang pengadilan adalah pembentukan lembaga pengadilan yang terdiri atas empat divisi.

Kebijakan Raffles di Bidang Pengadilan
Lembaga pengadilan yang dibentuk Raffles terdiri atas:

1. Division’s court

Bertanggung jawab mengadili perkara perdata kecil dengan pembatasan hingga 20 ropyen. Pelaksananya adalah beberapa pegawai pribumi, yakni wedana atau demang dan pegawai bawahannya. Naik banding dalam perkara sipil bisa dilaksanakan melalui district’s court.

2. District’s court atau bupati’s court

Berwenang mengadili perkara perdata pada umumnya, antara 20 hingga kurang dari 50 ropyen. Anggotanya terdiri atas bupati sebagai ketua, penghulu, jaksa, juga beberapa pegawai bumiputra di bawah perintah bupati.

Dalam memberi putusan, bupati meminta pertimbangan kepada jaksa dan penghulu. Namun, bila tidak menghasilkan kesepakatan, maka perkara diajukan kepada resident’s court.

3. Resident’s court

Berwenang mengadili perkara pidana yang ancamannya bukan hukuman mati dan perkara perdata besar sampai melebihi 50 ropyen. Pihak berwenangnya terdiri atas residen, bupati, hooft jaksa, dan hooft penghulu.

4. Court of circuit

Pengadilan keliling untuk mengatasi perkara pidana yang ancamannya hukuman mati. Anggotanya terdiri atas seorang ketua dan seorang anggota.

Pengadilan ini menganut sistem juri yang mencakup lima sampai sembilan orang bumiputra.

Pemerintahan Raffles berakhir pada 1814 dan secara garis besar tidak ada perubahan atas substansi hukum yang berlaku. Hakim diminta untuk terus menerapkan ketentuan hukum bumiputra dalam merampungkan perkara.

Meski begitu, hukum bumiputra tetap dianggap berkedudukan lebih rendah ketimbang hukum Eropa. Pada 1816, Inggris menyerahkan Nusantara kepada Belanda sebagai hasil konvensi London 1814.

( Sumber : Kebijakan Raffles di Bidang Pengadilan Selama Menjadi Gubernur Jenderal )

Purnawirawan TNI Didakwa Langgar HAM Berat di Papua, Terancam 20 Tahun Bui

Jakarta (VLF) – Mayor Infanteri Purnawirawan Isak Sattu selaku mantan perwira penghubung Kodim 1705/Paniai didakwa melakukan pelanggaran HAM berat atas kasus tewasnya 4 orang di Kabupaten Paniai, Papua, pada 2014. Terdakwa Isak terancam hukuman 20 tahun penjara.

Dilansir detikSulsel, Rabu (21/9/2022), sidang dakwaan itu berlangsung di ruangan Bagir Manan Pengadilan Negeri Makassar. Terdakwa dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran HAM.

Terdakwa Isak dinyatakan terlibat pelanggaran HAM berat karena membiarkan anggota Koramil 1705-02/Enarotali melakukan penembakan ke arah massa dan melakukan pengejaran serta penikaman dengan menggunakan sangkur di kawasan Pondok Natal Gunung Merah pada Senin, 8 Desember 2014. Insiden itu menyebabkan 4 orang tewas.

“Padahal terdakwa Mayor Inf (Purn) Isak Sattu yang mempunyai kewenangan secara efektif bertindak sebagai komandan militer dalam hubungannya dengan bawahannya tidak melakukan tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaannya untuk mencegah atau menghentikan tindakan anggota yang melakukan penembakan dan kekerasan sehingga mengakibatkan 4 orang mati,” ujar tim jaksa penuntut umum Kejagung RI yang dipimpin Erryl Prima Putra Agoes.

Tim jaksa penuntut umum meyakini terdakwa Isak melanggar Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

“Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,” kata jaksa Erryl.

Menurut undang-undang tersebut, terdakwa Isak terancam pidana paling lama 20 tahun penjara dan paling singkat 10 tahun.

( Sumber : Purnawirawan TNI Didakwa Langgar HAM Berat di Papua, Terancam 20 Tahun Bui )

Eks Perwira TNI AD Didakwa Langgar HAM Berat di Paniai Tak Ajukan Eksepsi

Jakarta (VLF) – Mayor Infanteri Purnawirawan Isak Sattu tak mengajukan nota keberatan atau eksepsi saat didakwa melakukan pelanggaran HAM berat di Kabupaten Paniai, Papua. Mantan perwira TNI AD tersebut menyatakan hal tersebut secara lisan melalui kuasa hukumnya.

Sidang pelanggaran HAM berat di Paniai, Papua tersebut berlangsung di ruangan Bagir Manan Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Rabu (21/9/2022). Terdakwa dinyatakan melakukan pelanggaran HAM berat sehingga Ketua Majelis Hakim Sutisna Sawati mengarahkan terdakwa berkonsultasi dengan penasihat hukum.

Selanjutnya terdakwa Isak Sattu sempat menjawab majelis hakim terkait surat dakwaan. Menurutnya, dakwaan jaksa kurang tepat.

“Siap izin yang mulia saya tanggapi lisan. Bahwa dikatakan dalam dakwaan sistematik dan seakan sudah direncanakan. Padahal mendadak,” kata Isak di persidangan.

Penjelasan terdakwa itu lantas dipotong oleh hakim dengan alasan jawaban tersebut sudah masuk dalam materi pokok perkara.

“Kalau soal itu, sudah masuk materi acara. Jadi nanti saudara diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk memberikan keterangan. Apa yang saudara ketahui, apa yang saudara lihat, apa yang saudara alami. Jadi eksepsi ini, mungkin sudah dijelaskan oleh penasihat hukum saudara kaitannya dengan formalitas surat dakwaan,” ujar Sutisna membalas.

Kemudian majelis hakim kembali mengalihkan pertanyaan kepada penasihat hukum terdakwa terkait surat dakwaan yang telah dibacakan Jaksa Penuntut Umum. Tim penasehat hukum terdakwa menyatakan tidak melakukan eksepsi.

“Tidak mengajukan yang mulia,” ujar Syahril Cakkari, selaku ketua tim kuasa hukum terdakwa.

Dakwaan Tim Jaksa Penuntut Umum Kejagung RI
Terdakwa Isak Sattu sebelumnya dinyatakan ikut terlibat atau membiarkan anggota Koramil 1705-02/Enarotali melakukan penembakan ke arah massa dan juga melakukan pengejaran serta penikaman dengan menggunakan sangkur di kawasan Pondok Natal Gunung Merah pada Senin 8 Desember 2014. Insiden ini diketahui menyebabkan 4 orang tewas.

“Padahal terdakwa Mayor Inf (Purn) Isak Sattu yang mempunyai kewenangan secara efektif bertindak sebagai komandan militer dalam hubungannya dengan bawahannya tidak melakukan tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasannya untuk mencegah atau menghentikan tindakan anggota yang melakukan penembakan dan kekerasan sehingga mengakibatkan 4 orang mati,” ujar tim Jaksa Penuntut Umum yang dipimpin Erryl Prima Putra Agoes.

Oleh sebab itu, tim jaksa penuntut umum meyakini terdakwa Mayor Purnawirawan Isak Sattu melanggar Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

“Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,” kata Jaksa Erryl.

Dirangkum detikSulsel, berikut rincian dakwaan jaksa penuntut umum dan ketentuan pidana terhadap terdakwa:

Pasal 42
Ayat 1
Komandan militer atau seseorang yang secara efektif bertindak sebagai komandan militer dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindak pidana yang berada di dalam yurisdiksi Pengadilan HAM, yang dilakukan oleh pasukan yang berada di bawah komando dan pengendaliannya yang efektif, atau di bawah kekuasaan dan
pengendaliannya yang efektif dan tindak pidana tersebut merupakan akibat dan tidak dilakukan pengendalian pasukan secara patut, yaitu :

Huruf A
komandan militer atau seseorang tersebut mengetahui atau atas dasar keadaan saat itu seharusnya mengetahui bahwa pasukan tersebut sedang melakukan atau baru saja melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat; dan

Huruf B
Komandan militer atau seseorang tersebut tidak melakukan tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut atau menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.

Pasal 7 Huruf B
Kejahatan terhadap kemanusiaan.

Pasal 9 Huruf H
Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;

Oleh sebab pelanggaran tersebut, terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 40 yakni:

Setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf g, h, atau i dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan paling singkat 10 (sepuluh) tahun.

( Sumber : Eks Perwira TNI AD Didakwa Langgar HAM Berat di Paniai Tak Ajukan Eksepsi )

KY Perpanjang Masa Pendaftaran Calon Hakim Agung Hingga 26 September

Jakarta (VLF) – Komisi Yudisial (KY) memperpanjang masa penerimaan usulan atau pendaftaran calon Hakim Agung dan calon Hakim Adhoc HAM di Mahkamah Agung. Masa pendaftaran calon Hakim Agung yang semula berakhir pada 20 September, kini diperpanjang hingga 26 September.

“Komisi Yudisial memutuskan untuk memperpanjang batas waktu penerimaan usulan atau pendaftaran calon Hakim Agung dan calon Hakim Adhoc HAM di Mahkamah Agung,” kata Jubir KY, Miko Ginting, dalam keterangan tertulisnya.

Miko mengatakan KY tidak membuka pendaftaran secara langsung dalam bentuk fisik. Pendaftaran dibuka secara online melalui situs rekrutmen.komisiyudisial.go.id.

Hal itu untuk mempermudah pendaftar sekaligus menjaring calon-calon potensial. Selain itu, situs pendaftaran itu juga memuat persyaratan dan tahapan seleksi. Selain itu, di situs itu juga memuat fitur chat interaktif untuk memudahkan pendaftar apabila menemukan kebingungan atau kesukaran dalam mempersiapkan persyaratan.

“Komisi Yudisial berupaya untuk menjalankan seleksi ini secara transparan, partisipatif, dan akuntabel. Proses seleksi yang berkualitas akan menghasilkan hakim-hakim yang juga berkualitas,” ungkapnya.

Dilansir situs KY, KY membuka kembali penerimaan seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc di Mahkamah Agung (MA). Pendaftaran calon hakim agung dan calon hakim ad hoc di MA dilakukan secara daring melalui laman www.rekrutmen.komisiyudisial.go.id mulai 31 Agustus hingga 26 September.

Seleksi tersebut untuk memenuhi permintaan MA berdasarkan Surat Wakil Ketua MA Bidang NonYudisial Nomor 25/WKMA.NY/SB/8/2022 tentang Pengisian Kekosongan Jabatan Hakim Agung pada Mahkamah Agung RI dan Surat Wakil Ketua Mahkamah Agung RI Bidang Non Yudisial Nomor 26/WKMA.NY/SB/8/2022 tentang Pengisian Kekosongan Jabatan Hakim Ad Hoc pada MA. Oleh karena itu, KY mengundang warga negara terbaik untuk mengikuti seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc di MA.

Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY Siti Nurdjanah mengungkap jumlah jabatan yang dibutuhkan, yaitu 11 hakim agung dengan rincian: 1 orang di kamar Perdata, 7 orang di kamar Pidana, 1 orang di kamar Tata Usaha Negara, 1 orang di kamar Tata Usaha Negara, khusus pajak, dan 1 orang di kamar Agama. Selain itu, lanjut Nurdjanah, dibutuhkan juga 3 tiga hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di MA.

Kebutuhan hakim ad hoc HAM di MA sangat mendesak, karena sejak Pengadilan Negeri Makassar telah menerima pelimpahan berkas terkait HAM pada Juni 2022, maka MA harus mempersiapkan majelis hakim di tingkat Kasasi dan PK.

( Sumber : KY Perpanjang Masa Pendaftaran Calon Hakim Agung Hingga 26 September )

Laporan Upaya Suap Ferdy Sambo di KPK Ternyata Masih Proses Administratif

Jakarta (VLF) – KPK mengungkapkan kabar terbaru laporan dugaan percobaan suap yang dilakukan Ferdy Sambo untuk menghambat proses pengungkapan perkara pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Lalu bagaimana perkembangan aduan itu?

Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebut, pihaknya telah melakukan klarifikasi dan pemanggilan terhadap Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang diduga disuap oleh Ferdy Sambo. Dia menyebut KPK telah melakukan pengayaan informasi.

“Dalam laporan ini, kami telah mengklarifikasi dengan pihak LPSK, sudah datang dan tentu pengayaan informasi kami lakukan,” kata Ali Fikri dalam konferensi pers di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada seperti yang disadur detikNews, Selasa (20/9/2022).

Ali menyebut laporan tersebut masuk proses administratif. Artinya, KPK masih memeriksa apakah ada tindakan peristiwa pidana di laporan itu guna diteruskan ke Kedeputian bidang Penindakan KPK.

“Yang kedua, ini kan masih proses administratif, pintu masuk apakah kemudian nanti benar ada dugaan peristiwa pidana. Baru kemudian jika ada, larilah ke Kedeputian penindakan,” sambungnya.

“Nah, tentu proses untuk apakah laporan itu kemudian ada peristiwa pidana dan itu menjadi kewenangan KPK, verifikasi di pengaduan masyarakat sudah dilakukan,” tambah Ali.

Kemudian, Ali mengatakan pihaknya telah melakukan koordinasi dengan pihak Tim Advokat Penegak Hukum dan Keadilan (TAMPAK) terkait laporan tersebut. Salah satu hasil koordinasinya adalah hasil dari pelaporan yang dilakukan Tampak.

“Nah, dalam laporan ini kami sudah koordinasi dengan pihak pelapor dan sudah menyampaikan hasilnya seperti apa kepada pihak pelopor, begitu ya,” tuturnya.

Ali menerangkan, jika hasil laporan itu diarsipkan, artinya KPK saat ini belum menemukan adanya perbuatan pidana dalam laporan itu. Namun Ali menyebut laporan tersebut juga dapat dilakukan verifikasi ulang.

“Kami hanya ingin menjelaskan, artinya kalo kemudian laporan itu diarsipkan, itu maksudnya adalah sejauh ini memang kemudian belum ditemukan adanya peristiwa pidana, belum ditemukan perbuatan-perbuatan yang ngarah ke pidana,” jelas Ali.

“Misalnya diarsipkan itu artinya tidak ditutup, tidak selesai. Ketika kemudian ada informasi baru, ya pasti kemudian kami verifikasi ulang, kami telaah ulang, kami pengayaan informasi ulang,” imbuhnya.

TAMPAK Laporkan Sambo ke KPK
Ali menyebut, sejatinya proses penanganan korupsi di KPK memang memiliki prosedur yang seperti itu. Hal itu guna memastikan perkara itu menjadi kewenangan KPK.

“Jadi penanganan perkara di KPK memang prosesnya demikian. Untuk memastikan bahwa perkara yang sudah masuk di Penindakan adalah menjadi kewenangan KPK,” sebut Ali.

“Karena Pasal 11 UU KPK kan dibatasi di sana. Ada Penyelenggara Negara, Aparat Penegak Hukum,” pungkasnya.

Untuk diketahui, laporan percobaan suap yang dilakukan eks Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo itu dilaporkan TAMPAK pada 15 Agustus 2022. TAMPAK menyebut Ferdy Sambo setidaknya diduga melakukan tiga percobaan suap.

Adapun laporan pertama yakni, soal dugaan suap yang ditujukan kepada staf Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Upaya itu dilakukan Ferdy Sambo saat staf LPSK berada di Kantor Kadiv Propam Mabes Polri pada 13 Juli silam.

Dugaan percobaan suap kedua merupakan upaya pemberian hadiah atau janji oleh Ferdy Sambo kepada sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam perkara tersebut. Dilaporkan, Sambo menjanjikan hadiah berupa uang sebesar Rp 2 miliar.

Kemudian, terakhir adanya pengakuan petugas keamanan di kediaman rumah Sambo yang mengaku dibayar sejumlah uang agar menutup portal menuju kompleks rumah Irjen Ferdy Sambo. Kejadian itu diketahui terjadi setelah Sambo ditetapkan sebagai tersangka oleh Mabes Polri. TAMPAK berharap KPK bakal mengusut tiga dugaan percobaan suap yang terjadi dalam penanganan perkara Brigadir J.

( Sumber : Laporan Upaya Suap Ferdy Sambo di KPK Ternyata Masih Proses Administratif )