Category: Global

Penjelasan Polisi Soal Eks Cawalkot Palembang Bebas Meski Tersangka

Jakarta (VLF) Mantan Calon Wali Kota Palembang Mularis Djahri, tersangka kasus penyerobotan lahan 4300 hektare bebas dari penahanan disebut karena polisi kekurangan alat bukti. Polda Sumsel pun membantah tudingan itu dan menyebut karena berkas belum lengkap.

“Yang bersangkutan (Mularis) memang dikeluarkan (dari tahanan) bukan karena tidak cukup bukti, bukan,” kata Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Supriadi, Rabu (19/10/2022).

Menurutnya, bebasnya Mularis yang masih dalam status tersangka itu dikarenakan memang masa penahanannya sudah habis. Dimana diketahui saat bebas Mularis sudah menjalani masa penahanan selama 120 hari di sel tahanan Dit Tahti Polda Sumsel atas perintah dari Dirreskrimsus Kombes Barly Ramadhani.

“(Dibebaskan) karena masa penahanannya sudah habis selama 120 hari,” kata Supriadi.

Supriadi pun menjelaskan, dalam melakukan penahanan terhadap tersangka suatu tindak pidana ada tahapan-tahapannya, baik di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.

“Jadi, penahanan itu ada beberap tahapan. Pertama penahanan kepolisian ada 20 hari, kemudian penahanan perpanjangan dari kejaksaan selama 40 hari, dari pengadilan 30 hari dan perpanjangan dari limpahan kedua ada 40 hari, jadi totalnya 120 hari,” katanya.

“Karena yang bersangkutan habis masa penahanannya kemudian berkas belum P21, maka kewajiban Polri mengeluarkan yang bersangkutan dari tahanan,” sambungnya.

Meski Mularis sudah keluar dari sel tahanan, lanjut Supriadi, penyidik Ditreskrimsus Polda Sumsel hingga kini masih bekerja memenuhi kelengkapan berkas tersangka. Dia memastikan status Mularis saat ini bukannya bebas, melainkan Mularis akan dipanggil kembali jika berkas perkaranya sudah lengkap.

“Tapi berkasnya masih disesuaikan oleh petugas. Jadi statusnya bukannya bebas, bukan. Tapi masih dalam prosesnya penyidikan, sampai dengan berkasnya P21 maka nanti tahap berikutnya yang bersangkutan kita panggil lagi kita serahkan ke kejaksaan,” ungkapnya.

Saat disinggung apakah ada pencekalan terhadap Mularis untuk tidak bisa bepergian ke luar kota atau keluar negeri, Supriadi menyebut larangan tersebut sejauh ini tidak ada.” Sementara belum ada (pencekalan),” katanya.

Saat ini, katanya, berkas perkara Mularis sudah di Kejaksaan, dengan status P19 yang menjadi kendalanya. Oleh karena itu, penyidik juga masih berusaha melengkapi berkas tersebut.

“Berkas masih di kejaksaan, masih P19 ya. Kita masih melengkapi berkas perkaranya. Kendalanya ya masih P19, belum dinyatakan lengkap oleh Jaksa, artinya masih ada berkas yang masih kurang makanya belum P21,” jelas Supriadi.

(Sumber : Penjelasan Polisi Soal Eks Cawalkot Palembang Bebas Meski Tersangka.)

5 Fakta Pemalak Turis Jepang di Jakpus Berdalih Beli Susu Anak

Jakarta (VLF) Dua orang pria ditangkap polisi karena memalak turis Jepang di Sawah Besar, Jakarta Pusat. Keduanya mengaku meminta uang untuk membeli susu anak.
Turis tersebut merekam ketika dirinya bertemu dengan kedua pria tersebut. Rekaman video itu kemudian viral di media sosial.

Berikut fakta-fakta aksi pemalakan dua pria kepada turis Jepang yang dirangkum detikcom pada Kamis (20/10/2022) berikut ini:

Viral di Media Sosial
Dari video yang beredar di media sosial, terlihat turis tersebut tengah merekam dirinya tengah berjalan kaki. Pada video tersebut terdapat teks terjemahan dalam bahasa Jepang dan Indonesia.

Lalu turis itu dihampiri seseorang. Pria tersebut seketika meminta uang ke turis dengan menggunakan bahasa Inggris.

“I like coffee. I don’t have money. You have money? You give money,” kata pria berkaus hijau.

Turis tersebut lalu menyalami keduanya. Ia menyetujui permintaan pria berkaus hijau itu.

“Okay, okay,” jelas turis itu.

“Thank you,” kata pria berkaus hijau.

Peristiwa itu disebut-sebut terjadi di Jalan Mangga Besar, Sawah Besar.

Pelaku Dites Urine
Kapolsek Sawah Besar AKP Patar Mula Bona angkat bicara. Bona memastikan pelaku pemerasan turis itu sudah ditangkap.

“Sudah kita amankan, 2 orang,” kata Bona kepada detikcom, Selasa (18/10/2022).

Kedua pelaku adalah DA (33) dan TS (25). Keduanya masih menjalani pemeriksaan.

“Mereka semacam pak ogah dan jukir (juru parkir) di sana,” ujarnya.

Keduanya dites urine. Hasilnya positif narkoba.

“Ternyata mereka keduanya itu positif Methamphetamine,” ujar Bona.

Polisi Bilang Belum Ada Unsur Pidana
Kapolsek Sawah Besar AKP Patar Mula Bona mengatakan belum ada unsur pidana terkait aksi tersebut. Menurut polisi, si turis Jepang memberikan uang secara sukarela kepada dua pelaku.

“Sementara hasil dari gelar bersama penyidik, bahwa apa yang dilakukan pelaku tidak memenuhi unsur pemerasan karena tidak ditemukan adanya ancaman, paksaan ataupun kekerasan,” kata Bona saat dikonfirmasi, Rabu (19/10/2022).

Dia mengatakan turis Jepang memberikan uang secara sukarela kepada pelaku yang berjumlah dua orang. Patar Bona mengatakan saat ini kedua pelaku masih diamankan di Polsek Sawah Besar.

“Si turis Jepang memberikan uang secara sukarela,” ujarnya.

Berdalih Mau Beli Susu Anak
Sementara itu, Patar mengungkapkan kedua pelaku mengaku menggunakan uang tersebut untuk membeli susu anak dan juga untuk makan.

“Berdasarkan keterangan pelaku, uang digunakan untuk membeli susu anaknya dan untuk makan, demikian tertuang juga dalam BAP,” kata Patar.

Akan Dibawa ke Panti Rehab
Polisi masih mengamankan dua pria pemalak turis Jepang di Sawah Besar, Jakarta Pusat (Jakpus). Lantaran keduanya positif narkotika, polisi akan membawa pelaku ke panti rehabilitasi.

“Kami dari Polsek Sawah Besar melakukan pengecekan urine dengan hasil positif metafetamin sehingga saat ini kedua pelaku masih kita amankan di Polsek, dan akan kita ajukan untuk dibawa ke panti rehabilitasi narkoba,” kata Patar.

Dia mengatakan, sebelum para pelaku direhab, mereka akan tetap diamankan di Polsek Sawah Besar. Dia menyebut hal itu dilakukan agar pelaku tak mengulangi tindakan serupa.

“Selama proses pengajuan tersebut, kedua pelaku tetap kita amankan guna menghindari terjadi kembali hal serupa,” ujarnya.

(Sumber : 5 Fakta Pemalak Turis Jepang di Jakpus Berdalih Beli Susu Anak.)

Fakta Sidang Eks Walkot Jogja Haryadi Suyuti Kasus Suap IMB Apartemen-Hotel

Jakarta (VLF) Eks Wali Kota Jogja Haryadi Suyuti didakwa menerima suap terkait penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedhaton dan Hotel Iki Wae/Aston Malioboro. Berikut ini sejumlah fakta yang terungkap dalam sidang perdana Haryadi Suyuti.

Digelar Hybrid
Persidangan digelar secara hybrid di Ruang Sidang Garuda PN Jogja, dipimpin hakim M Djauhar Setyadi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK, Rabu (19/10/2022). Terdakwa Haryadi Suyuti mengikuti sidang secara daring dari Rutan KPK.

Penerbitan IMB Apartemen dan Hotel
JPU dalam surat dakwaan mendakwa Haryadi bersama Nurwidhihartana selaku Kepala DPMPTSP Kota Jogja, melalui Triyanto Budi Yuwono selaku sekretaris pribadi Haryadi, rentang waktu tahun 2017 sampai dengan tahun 2022, menerima suap terkait penerbitan IMB Apartemen Royal Kedhaton yang diajukan oleh PT Java Orient Property dan penerbitan IMB Hotel Iki Wae/Aston Malioboro yang diajukan oleh PT Guyub Sengini Group.

“Melakukan, menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, menerima hadiah atau janji,” bunyi surat dakwaan yang dibacakan JPU KPK Ferdian Adi Nugroho.

Suap yang Diterima
Haryadi bersama Triyanto Budi Yuwono dan Nurwidihartana didakwa dalam kasus suap terkait penerbitan IMB Apartemen Royal Kedhaton dan Hotel Iki Wae/Aston Malioboro.

Pada perkara penerbitan IMB Royal Kedhaton, Haryadi disebut menerima hadiah dari Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk, Oon Nusihono lewat Direktur Utama PT Java Orient Property (JOP) yang merupakan anak perusahaan PT Summarecon Agung Tbk, Dandan Jaya Kartika.

Total USD 27.258 dengan rincian sebesar USD 20.450 diterima oleh Haryadi melalui Triyanto dan sebesar USD 6.808 diterima oleh Nurwidihartana, uang seluruhnya berjumlah Rp 275 juta dengan rincian sebesar Rp 170 juta diterima oleh Haryadi dan sebesar Rp 105 juta diterima oleh Nurwidihartana, kemudian hadiah berupa barang yang diterima oleh Haryadi yaitu satu unit mobil VW Scirocco 2.000 cc warna hitam tahun 2010 nopol B 680 EGR dan satu unit sepeda elektrik merek Specialized Levo FSR Men Comp Carbon 6 FATTIE Carb/CMLN 95218-572 warna Carbon Blue dari PT Java Orient Property (JOP) melalui Dandan Jaya Kartika dan Oon Nusihono.

Selanjutnya, Hotel Iki Wae akhirnya mendapatkan IMB dari Pemkot Jogja pada 23 Mei 2022. Setelahnya, salah satu pemegang saham PT Guyub Sengini Group bernama Sentanu Wahyudi memberikan Rp 200 juta sebagai tanda terima kasih kepada Haryadi dan Nurwidihartana lewat Triyanto.

Pada prosesnya Nurwidihartana mengambil Rp 50 juta sebagai biaya operasional pengurusan dokumen. Sisa uang diberikan ke Haryadi.

Hadiah tersebut diberikan agar Haryadi melalui Triyanto dan Nurwidihartana memberikan kemudahan dalam penerbitan IMB Apartemen Royal Kedhaton yang diajukan oleh PT JOP dan penerbitan IMB Hotel Iki Wae/Aston Malioboro yang diajukan oleh PT Guyub Sengini Group, meskipun prosedur dan persyaratan administrasi untuk diterbitkannya IMB tersebut belum terpenuhi.

Didakwa Berlapis
Dalam dakwaan pertama, JPU mendakwa Haryadi Suyuti dengan Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Atau, dakwaan kedua Pasal 11 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Tak Ajukan Eksepsi
Kuasa hukum Haryadi Suyuti, Muhammad Fahri Hasyim, menuturkan pihaknya tidak mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK. Dengan begitu ia menilai proses persidangan dapat dipercepat agar perkara ini segera selesai.

“Di dalam hukum kita ada asas namanya peradilan yang cepat murah sederhana. Daripada bertele-tele putusannya yang seperti itu ya mending cepat tetapi ya mungkin juga seperti itu. Kalau bisa cepat ngapain lambat maksudnya,” ujar Fahri kepada wartawan seusai sidang di PN Jogja, Rabu (19/10).

Fahri menambahkan, dalam sidang pemeriksaan saksi mendatang, pihaknya hanya akan menghadirkan beberapa orang saksi saja.

Selain itu, pihaknya juga akan menyiapkan sejumlah bukti dalam perkara ini. Namun ia enggan menyebutkan apa saja bukti-bukti itu dan baru akan dibuka di persidangan nanti.

Lebih lanjut, Fahri mengaku jika ada beberapa hal dari dakwaan kepada kliennya yang masih perlu dikoreksi. Namun pihaknya akan melakukan pembahasan lebih lanjut pada agenda sidang selanjutnya dengan agenda pemeriksaan saksi yang rencananya digelar Selasa (25/10) pekan depan.

(Sumber : Fakta Sidang Eks Walkot Jogja Haryadi Suyuti Kasus Suap IMB Apartemen-Hotel.)

4 Tersangka Gasak Dana Nasabah Rp 3,9 M di Sulut Dilimpahkan ke Jaksa

Jakarta (VLF) Kasus pencurian data atau skimming yang menggasak dana nasabah Rp 3,9 miliar yang melibatkan 2 warga negara asing (WNA) Bulgaria, memasuki babak baru. Total empat tersangka dalam kasus tersebut akhirnya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Manado.

“Telah menerima penyerahan tahap II perkara tindak pidana tanpa hak atau melawan hukum,” kata Kasi Intelijen Kejari Manado Hijran Safar, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (19/10/2022).

Pelimpahan tahap II ini dilakukan penyidik Polda Sulut ini ke Kejari Manado, Rabu (19/10). Tersangka dan barang bukti diserahkan ke jaksa setelah berkas perkara dinyatakan lengkap.

Dua dari empat tersangka merupakan WNA asal Bulgaria yakni AS dan CW, sedangkan dua lainnya warga Indonesia inisial VK dan MS. Keempatnya akan segera disidangkan.

“Nanti setelah perkaranya dilimpahkan jaksa ke pengadilan, maka proses selanjutnya menunggu jadwal sidang yang ditentukan oleh hakim,” tuturnya.

Hajran menjelaskan, keempat tersangka terbukti melakukan transaksi ilegal pada sekitar 229 nasabah. Total kerugian nasabah mencapai Rp 3,9 miliar.

“Jumlah kerugian sebesar Rp 3.961.746.000,00 dana milik nasabah Bank SulutGo sebanyak 229 nasabah,” sebut dia.

Hajran menjelaskan, keempat tersangka melakukan aksinya di beberapa gerai mesin ATM Bank SulutGo (BSG). Bahkan pada pertengahan bulan Januari lalu, para pelaku diketahui melakukan transaksi tarik tunai dan transfer dana sebanyak 144 nasabah BSG sebesar Rp 1,7 miliar di beberapa mesin ATM bank lain di wilayah Denpasar, Bali.

“Tak sampai di situ, pada 30 Juni, para pelaku melakukan transaksi tarik tunai dan transfer dengan menggunakan kartu ATM palsu atau ilegal di 28 mesin ATM Bank Sulut Go di Kota Manado,” tambahnya.

Ada pun rincian transaksi yang dimaksud, yakni melakukan transaksi tarik tunai sebesar Rp. 655.706.000. Lalu melakukan transaksi transfer ke 18 melalui indodax virtual milik salah satu bank BUMN sebesar Rp 3,3 miliar.

Diberitakan sebelumnya, Polda Sulut menangkap 4 pelaku pencurian data nasabah atau skimming yang menggasak dana nasabah Rp 3,7 miliar di Kota Manado. Dua dari empat pelaku merupakan warga negara asing (WNA) asal Bulgaria.

“(2 WNA Bulgaria) ya betul dan 2 wanita warga negara Indonesia,” kata Dirkrimsus Kombes Nasriadi kepada detikcom, Sabtu (23/7).

(Sumber : 4 Tersangka Gasak Dana Nasabah Rp 3,9 M di Sulut Dilimpahkan ke Jaksa.)

Bisa-bisanya Sambo Dkk Kasak-kusuk Usai Timsus Kasus Yosua Dibentuk

Jakarta (VLF) Satu per satu fakta di balik peristiwa pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat terungkap. Salah satunya tentang ‘kasak-kusuk’ yang dilakukan Ferdy Sambo Cs saat tim khusus Polri terkait kasus Yosua sudah dibentuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Diketahui, pada Selasa, 12 Juli 2022, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk tim khusus atau timsus. Sedangkan dalam dakwaan jaksa terungkap Ferdy Sambo masih gerilya menghilangkan bukti dengan komplotannya.

Hal itu terkuak dalam surat dakwaan yang dibacakan untuk Brigjen Hendra Kurniawan. Hendra disebut bersama-sama dengan Kombes Agus Nurpatria Adi Purnama, AKBP Arif Rachman Arifin, Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiquni Wibowo, dan AKP Irfan Widyanto, yang diadili dalam berkas terpisah.

Berikut rangkaian peristiwa Ferdy Sambo Cs dalam rangka menghalangi penyidikan kasus kematian Yosua:

Senin, 11 Juli 2022

10.00 WIB

DVR CCTV yang menjadi kunci terungkapnya rekayasa tembak-menembak sudah berada di Polres Jaksel. Chuck, yang menyerahkan CCTV itu, lantas dipanggil Ferdy Sambo. Namun sebenarnya saat itu Ferdy Sambo tidak tahu DVR CCTV sudah berada di penyidik Polres Jaksel.

Di sinilah Ferdy Sambo memarahi Chuck. Ferdy Sambo lantas meminta Chuck mengambil lagi DVR CCTV itu dan menyalin serta melihat isinya.

“Ferdy Sambo melanjutkan kata-katanya dengan nada marah, ‘Lakukan, jangan banyak tanya. Kalau ada apa-apa, saya tanggung jawab,’ dan dijawab oleh Chuck, ‘Siap, Jenderal!’,” ucap jaksa.

Chuck lantas mengambil DVR CCTV itu ke Polres Jaksel.

17.00 WIB

Ferdy Sambo menelepon Chuck untuk menemuinya di rumah dinas Duren Tiga.

20.30 WIB

Chuck menelepon Baiquni untuk bertemu di rumah dinas Duren Tiga. Chuck meminta Baiquni menyalin dan melihat isi dari DVR CCTV itu. Baiquni sempat ragu, tetapi Chuck meyakinkannya.

“Dijawab Chuck, ‘Kemarin saya sudah dimarahi. Saya takut dimarahi lagi’. Selanjutnya Chuck menyerahkan kunci mobilnya kepada Baiquni untuk mengambil DVR CCTV yang disimpan di mobilnya,” ucap jaksa.

DVR CCTV itu kemudian mencari data rekaman tanggal 8 Juli 2022 dari pukul 16.00 WIB sampai 18.00 WIB yang terdapat dalam DVR CCTV itu. Data itu dipindahkannya ke flash disk warna merah-hitam.

Rabu, 13 Juli 2022

02.00 WIB

Baiquni menemui Chuck di Kompleks Polri Duren Tiga selepas kepolisian melakukan olah tempat kejadian perkara atau olah TKP. Chuck bersama Baiquni dan Arif serta Ridwan Rhekynellson Soplanit (saat itu sebagai Kasat Reskrim Polres Jaksel) melihat rekaman CCTV itu.

“Chuck melaporkan dahulu kepada Arif Rachman Arifin di mana pada saat itu juga berada di TKP dengan mengatakan, ‘Bang, kemarin Bapak perintahkan untuk meng-copy dan melihat isinya. Abang mau lihat nggak?’,” ucap jaksa.

Di sinilah kemudian Chuck menyadari Yosua tampak di rekaman CCTV pada 17.07 WIB sampai 17.11 WIB. Hal ini disebutnya tidak sesuai dengan keterangan Mabes Polri yang disampaikan ke publik, di mana sebenarnya keterangan itu adalah rekayasa Ferdy Sambo.

“Arif sangat kaget karena tidak menyangka bahwa apa yang sudah Arif dengar beberapa hari yang lalu informasi tentang kronologi kejadian tembak-menembak yang disampaikan oleh Kapolres Jaksel Kombes Budhi Herdi dan Karo Penmas Divhumas Brigjen Ramadhan ternyata tidak sama dengan apa yang Arif lihat pada CCTV tersebut,” ucap jaksa.

Arif lalu menelepon dan menceritakan apa yang dilihatnya ke Hendra Kurniawan. Setelahnya Hendra mengajak Arif untuk menemui Ferdy Sambo.

20.00 WIB

Arif diajak Hendra menemui Ferdy Sambo menceritakan tentang Yosua yang tampak di rekaman CCTV. Ferdy Sambo lantas mengancam para anak buahnya itu untuk tidak membocorkan hal ini.

“Ferdy Sambo berkata, ‘Kenapa kamu tidak berani natap mata saya. Kamu kan sudah tahu apa yang terjadi dengan mbakmu’,” ucap jaksa menirukan ucapan Ferdy Sambo ke Arif.

“Hendra Kurniawan berkata, ‘Sudah, Rif, kita percaya saja’,” imbuhnya.

Ferdy Sambo pun meminta para anak buahnya memusnahkan rekaman CCTV itu.

20.30 WIB

Setelahnya, Arif menemui Chuck dan Baiquni di pantry depan ruangan Ferdy Sambo. Arif menyampaikan perintah Sambo untuk menghapus semua file terkait Yosua itu. Di sini Baiquni sempat meminta izin menyimpan file pribadinya dulu sebelum menghapus semua data Yosua.

Kamis, 14 Juli 2022

21.00 WIB

Baiquni menemui Arif dan menyampaikan file di laptopnya sudah bersih. Laptop itu kemudian diletakkan di mobil Arif.

23.00 WIB

Hendra Kurniawan menelepon Arif menanyakan soal perintah Ferdy Sambo sudah dilaksanakan atau belum. Arif menjawab perintah Sambo sudah dilaksanakan.

Jumat, 15 Juli 2022

Arif mematahkan laptop yang disebut Baiquni sudah bersih dari data rekaman Yosua.

Senin, 8 Agustus 2022

17.00 WIB

Arif menyerahkan laptop yang sudah dipatahkan itu ke penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum dengan sukarela.

Peran 6 Anak Buah Ferdy Sambo
Lebih lanjut, detikcom merangkum peran-peran anak buah Ferdy Sambo yang didakwa membantu Sambo dalam menghilangkan bukti rekaman CCTV. Berikut perannya:

1. Hendra Kurniawan

Peran Hendra Kurniawan adalah turut membantu Ferdy Sambo menghilangkan barang bukti berupa rekaman CCTV rumah Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Setidaknya ada 4 poin peran Mantan Karo Paminal Divisi Propam Polri ini;

– Memerintahkan Kombes Agus Nurpatria Adi Purnama (Mantan Kaden A Ropaminal Divisi Propam Polri) dan Ari Cahya Nugraha alias Acay yang merupakan tim CCTV pada saat kasus KM 50 untuk mengecek CCTV rumah Ferdy Sambo

– Memerintahkan Kombes Agus Nurpatria Adi Purnama dan anggota Ari Cahya Nugraha alias Acay untuk mengamankan rekaman CCTV asli yang berkaitan dengan rumah Ferdy Sambo

– Memerintahkan AKBP Arif Rachman Arifin (Mantan Wakaden B Ropaminal Divisi Propam Polri) agar menemui penyidik Polres Jaksel untuk membuat satu folder khusus untuk menyimpan file-file dugaan pelecehan Putri Candrawathi, yang mana kata jaksa tidak ada peristiwa pelecehan.

– Hendra Kurniawan tetap menjalani perintah Ferdy Sambo yakni menghancurkan file barang bukti CCTV meski sudah tahu Ferdy Sambo berbohong terkait peristiwa tembak menembak antara Richard Eliezer dan Yosua Hutabarat sebagaimana klaim Sambo. Hendra memilih percaya pada Sambo padahal bukti CCTV berkata lain.

“Terdakwa Hendra Kurniawan berkata ‘sudah rif, kita percaya saja’,” ucap jaksa menirukan kalimat Hendra yang meyakinkan AKBP Arif Rachman Arifin.

2. Kombes Agus Nurpatria Adi Purnama

Sedangkan peran mantan Kaden A Ropaminal Divisi Propam Polri ini sebagai berikut;

– Menyusuri CCTV dan mengamankan DVR CCTV rumah Ferdy Sambo bersama AKP Irfan Widyanto

– Memerintahkan AKP Irfan mengganti DVR CCTV Komplek Polri Duren Tiga, dan CCTV rumah Ridwan Soplanit dengan yang baru.

3. AKBP Arif Rachman Arifin (Mantan Wakaden B Ropaminal Divisi Propam Polri)

– Menjalankan perintah Brigjen Hendra Kurniawan dengan mendatangi Polres Jaksel dan menemui penyidik untuk membuat satu folder khusus untuk menyimpan file-file dugaan pelecehan ibu Putri Candrawathi, meski hal itu tidak terlaksana lantara rekaman CCTV berada di Kompol Chuck Putranto.

– Menonton unduhan atau hasil copyan DVR CCTV rumah sekitar Ferdy Sambo dan telah mengetahui bahwa Yosua masih hidup sehingga klaim Sambo terkait tembak-tembakan terpatahkan, tapi Arif tidak menghentikan Sambo malah melanjutkan perintah Sambo menghilangkan bukti

-Patuh pada Ferdy Sambo dan menghancurkan bukti yakni mematahkan laptop unntuk menghilangkan jejak DVR CCTV

4. Kompol Chuck Putranto

Kemudian peran mantan Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri ada beberapa. Yang paling penting, Chuck berperan menguasai DVR CCTV rumah Ferdy Sambo tanpa memegang surat tugas.

Berikut perannya;

– Menerima dan menguasai 3 DVR CCTV sekitar rumah Ferdy Sambo tanpa surat tugas maupun Berita Acara Penyitaan sebagaimana yang dikehendaki oleh ketentuan KUHAP dalam melaksanakan tindakan hukum terhadap terkait Barang Bukti yang ada hubungannya dengan tindak pidana.

– Menjalankan perintah Ferdy Sambo, mengambil kembali DVR CCTV padahal sudah menyerahkan ke Polres Jaksel.

– Meng-copy dan melihat isi DVR CCTV sekitar rumah Ferdy Sambo

– Mengetahui bahwa Yosua masih hidup sehingga klaim Sambo terkait tembak-tembakan terpatahkan, tapi Arif tidak menghentikan Sambo malah melanjutkan perintah Sambo menghilangkan bukti

– Turut mengetahui rencana penghancuran bukti

5. Kompol Baiquni Wibowo

Baiquni disebut jaksa terlibat karena didatangi Kompol Chuck Putranto. Mantan Kasubbag Riksa Baggak Etika Rowabprof Divisi Propam Polri ini awalnya diminta meng-copy DVR CCTV. Berikut rincian perannya;

– Awal mula terlibat dalam kasus, karena diminta Kompol Chuck Putranto meng-copy DVR CCTV.

– Menonton unduhan atau hasil copyan DVR CCTV rumah sekitar Ferdy Sambo dan telah mengetahui bahwa Yosua masih hidup sehingga klaim Sambo terkait tembak-tembakan terpatahkan, tapi Arif tidak menghentikan Sambo malah melanjutkan perintah Sambo menghilangkan bukti

– Menghapus, menghancurkan laptop dan flashdisk guna menghilangkan jejak DVR CCTV

6. AKP Irfan Widyanto

Terakhir, mantan Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri ini adalah anggota dari Ari Cahya Nugraha alias Acay yang merupakam tim CCTV KM 50. Irfan terlibat dalam urusan ‘pengamanan’ CCTV ini atas perintah Acay, berikut perannya:

– Menyusuri CCTV dan mengambil DVR CCTV sekitar rumah Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan, kemudian menggantinya dengan yang baru tanpa sepengetahuan Ketua RT Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.

– Mengambil DVR CCTV rumah Ridwan Soplanit dengan sepengetahuan Ridwan

– Menyerahkan CCTV ke Kompol Chuck Putranto yang saat itu menjabat sebagai Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri

Mereka berenam adalah terdakwa dalam kasus perintangan penyidikan. Mereka didakwa dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 dan Pasal 48 juncto Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 233 KUHP dan Pasal 221 ayat 1 ke-2 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Momen Kapolri Bentuk Timsus
Pada 12 Juli 2022, Jenderal Sigit membentuk tim khusus (timsus) untuk menangani pelbagai isu liar yang menyelimuti kasus polisi tembak polisi. Timsus itu dipimpin Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono.

“Kemudian ada satu lagi kasus yang tentunya melibatkan anggota, karena memang terjadi baku tembak antara anggota dan anggota, dan kami juga mendapatkan banyak informasi terkait dengan berita-berita liar yang beredar yang tentunya kita juga ingin semuanya ini bisa tertangani dengan baik,” kata Jenderal Sigit di Mabes Polri, Selasa (12/7/2022).

“Oleh karena itu, saya telah membentuk tim khusus yang dipimpin oleh Pak Wakapolri, Pak Irwasum, kemudian ada Pak Kabareskrim, Pak Kabik (Kabaintelkam) kemudian juga ada As SDM, karena memang beberapa unsur tersebut harus kita libatkan termasuk juga fungsi dari Provos dan Paminal,” imbuh Jenderal Sigit.

Komjen Gatot nantinya dibantu Irwasum Komjen Agung Budi Maryoto, Kabareskrim Komjen Agus Andrianto, Kabaintelkam Komjen Ahmad Dofiri, dan As SDM Irjen Wahyu Widada. Selain itu, dari Provos terdapat Karo Provos Div Propam Brigjen Beni Ali S dan Karo Paminal Div Propam Brigjen Hendra Kurniawan.

(Sumber : Bisa-bisanya Sambo Dkk Kasak-kusuk Usai Timsus Kasus Yosua Dibentuk.)

Narkotika 35 Kg! 3 Terdakwa Dituntut 12 dan 14 Tahun di PN Denpasar

Jakarta (VLF) Tiga terdakwa kasus narkotika dengan barang bukti 35 kilogram sabu-sabu, kokain, dan ekstasi masing-masing Anak Agung Gede Oka Panji, I Ketut Subagiastra, dan Komang Suwana menghadapi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan daring yang digelar PN Denpasar Selasa (18/10/2022).

Terdakwa Gung Panji selaku pemilik Vila Jepun di Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung dituntut dengan hukuman 12 tahun penjara. Sementara dua terdakwa lainnya yang juga anak buah terdakwa Gung Panji dituntut dengan hukuman masing-masing 14 tahun penjara.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Anak Agung Gede Oka Panji berupa pidana penjara selama 12 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar Rp 2 miliar subsider satu tahun penjara,” ujar JPU I Bagus PG Agung saat menyampaikan surat tuntutannya.

Dalam sidang terpisah, JPU menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa Subagiastra dan Suwana dengan hukuman selama 14 tahun penjara dan denda sebesar Rp 2 miliar subsider satu tahun penjara.

Meski selisih dua tahun, JPU dalam surat tuntutannya menyatakan ketiga terdakwa terbukti melakukan tindak pidana Pasal 112 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika dan Pasal Pasal 111 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) dalam undang-undang yang sama, dan Pasal 62 UU RI Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

JPU menilai terdakwa Anak Agung Gede Oka Panji selaku pemilik vila mengetahui barang yang disimpan di dalam kamar yang disewa Mr Apple (warga negara asing yang kini buron) merupakan narkotika dan tidak segera melaporkan ke pihak Kepolisian.

“Bahwa terdakwa Anak Agung Gede Oka Panji mengetahui yang disimpan di dalam vilanya tersebut adalah psikotropika dan tidak segera melaporkan kepada petugas Kepolisian sehingga memberikan kesempatan serta keleluasaan kepada para terdakwa lain menyimpan psikotropika tersebut,” jelas jaksa.

Sementara terdakwa Subagiastra dan Suwana mengakui mengambil narkotika yang disimpan dalam kamar yang disewa Mr Apple untuk dijual.

Terhadap tuntutan tersebut, terdakwa Anak Agung Gede Oka Panji melalui penasihat hukumnya, Ida Bagus Gumilang Galih Sakti, menyatakan akan mengajukan pledoi atau pembelaan secara tertulis.

(Sumber : Narkotika 35 Kg! 3 Terdakwa Dituntut 12 dan 14 Tahun di PN Denpasar.)

Curi Kotak Donasi Gereja, Leo Samosir Divonis 4 Tahun Penjara

Jakarta (VLF) Leo Robby Samosir divonis hakim dengan pidana penjara selama empat tahun di Pengadilan Negeri (PN) Medan. Leo dinyatakan bersalah karena telah gelap mata mencuri kotak donasi Gereja Santo Antonius Dari Padua di Jalan Hayam Wuruk, Medan.

“Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Leo dengan pidana penjara selama empat tahun,” ucap Hakim Nelson, Selasa (18/10/22).

Vonis hakim tersebut lebih rendah setahun dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Pantun Marojahan, yang menuntutnya selama lima tahun penjara.

Mendegar vonis hakim tersebut, terdakwa meminta kepada hakim agar memberikan keringanan terhadapnya.

“Pak, kasih keringanan. Jangan segitu,”ucap terdakwa.

Mendengar terdakwa meminta keringanan atas vonis yang dijatuhkan hakim. Hakim Nelson sempat berang melihatnya.

“Mau minta ringan lagi?, itu sudah diringankan dari tuntutan JPU, kau sudah curi duit gereja, mau minta ringan lagi.”kaya Hakim.

Dalam dakwaan JPU dijelaskan, Leo melihat kotak donasi di sebuah gereja di Jalan Hayam Wuruk. Saat itu timbul niatnya untuk mencuri kotak donasi tersebut.

Setelah mengambil, Leo bersembunyi ke rumahnya untuk membuka kotak donasi tersebut. Karena kotak itu terbuat dari besi dia membukanya dengan menggunakan sebuah parang dan martil. Hasil dari kotak tersebut ia berhasil mencuri duit sebesar Rp 15 juta.

Petugas gereja yang menyadari kotak donasi telah hilang langsung melaporkannya kepada petugas kepolisian. Kemudian setelah dilakukan penyelidikan, Leo berhasil ditangkap sedang minum di sebuah warung kopi yang tak jauh dari rumahnya. Saat pemeriksaan dia mengaku mencuri untuk kebutuhan sehari hari.

Bahwa akibat perbuatan terdakwa, Gereja Santo Antonius Dari Padua mengalami kerugian sebesar Rp 15 juta.

(Sumber : Curi Kotak Donasi Gereja, Leo Samosir Divonis 4 Tahun Penjara.)

Polisi Berprestasi Coret Mapolres Luwu ‘Sarang Korupsi’ Kondisi Fisik Sehat

Jakarta (VLF) Aipda Haerul, pelaku vandalisme ‘sarang korupsi’ dan ‘sarang pungli’ di Mapolres Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel) ternyata dikenal sebagai sosok polisi berprestasi. Polisi yang diduga mengalami gangguan kejiwaan atau ODGJ ini juga disebut memiliki fisik yang sehat.
Kapolres Luwu AKBP Arisandi mengatakan bahwa Aipda Haerul dulunya bertugas di bagian tindak pidana korupsi (Tipikor) Satreskrim Polres Luwu. Dia disebut pernah memperoleh sejumlah penghargaan.

“Dulu katanya memang seperti itu (berprestasi), saya juga belum lihat penghargaannya. Tapi, berdasarkan cerita teman-temannya memang dia (berprestasi)” kata AKBP Arisandi kepada wartawan, Selasa (18/10/2022).

Arisandi mengatakan bahwa berdasarkan laporan yang dia terima, suatu ketika Haerul dimutasi ke Kepala Urusan Kedokteran dan Kesehatan (Kaudokkes) dan membuat dia tidak puas. Ketidakpuasan Aipda Haerul tersebut diduga membuatnya melakukan aksi vandalisme.

“Jadi yang bersangkutan berdinas di Tipikor Satreskrim dimutasi ke Kaudokkes Polres, ini rupanya menimbulkan ada rasa tidak puas kemudian ini yang menimbulkan ada rasa dengan tulisan sarang pungli dan sarang korupsi,” tuturnya.

Tak hanya itu, kesehatan kejiwaan Haerul semakin terganggu pasca ditinggal mati oleh ayahnya akibat terpapar COVID-19. Arisandi menduga titik awal depresi Haerul bermula dari situ.

“Teman-temannya yang lain cerita, puncaknya itu pas (terpapar) COVID bapaknya. Di situ dia mungkin titik awal depresi,” jelasnya.

Kondisi Fisik Aipda Haerul Sehat
Kapolda Sulsel Irjen Nana Sudjana juga telah menemui Aipda Haerul di Rumah Sakit Khusus Daerah Sulsel atau RSJ Dadi Makassar. Nana mengatakan secara fisik Aipda Haerul sehat.

“Saya menjenguk ke sana Rumah Sakit Jiwa Dadi Kota Makassar. Terkait masalah perkembangan kesehatannya itu. Secara fisik sehat gitu kan,” ujar Irjen Nana kepada detikSulsel, Senin (17/10).

“Saya di sana pun ketemu dokter yang mengurus masalah kejiwaan, kalau kita lihat secara fisik yah normal-normal saja,” sambungnya.

Kendati demikian, lanjut Nana, pihak dokter mengakui bahwa butuh waktu lama untuk mendiagnosa kesehatan jiwa Aipda Haerul. Dokter mengatakan setidaknya butuh waktu selama 1 minggu.

“Tadi memang dari ibu dokter bilang perlu waktu untuk mendiagnosa, mungkin waktu 1 minggu untuk mendiagnosa yang bersangkutan,” tuturnya.

Nana juga menyinggung rekam jejak kesehatan Aipda Haerul sejak 16 Februari 2021. Dia mengatakan Aipda Herul pernah dirujuk oleh Kapolres Luwu saat itu AKBP Fajar Dani Susanto ke Rumah Sakit Batara Guru untuk mendapatkan perawatan.

“Jadi dari rekam medis itu dia di tanggal 16 Februari 2021, Aipda Haerul ini mengalami gangguan kejiawaan, sehingga Kapolres membawa ke Rumah Sakit Batara Guru untuk mendapat perawatan,” jelasnya.

“Saat itu diagnosanya psikotik akut, kondisinya gelisah, banyak bicara dan mondar mandir, kadang-kadang teriak-teriak gitu,” sambungnya.

Namun Haerul dipulangkan dan dirawat berjalan di poliklinik kejiwaan sejak 1 April 2021 hingga 25 Februari 2022. Hingga akhirnya Aipda Haerul membuat aksi vandalisme di Mapolres Luwu.

“Jadi rekam jejaknya Aipda Haerul ini tanggal 22 Februari 2021 dipulangkan karena sudah tenang, tapi untuk menjalankan kontrol di poliklinik jiwa sejak 1 april 2021 sampai dengan 24 Februari 2022 itu itu rutin,” imbuhnya.

Aipda Haerul Ungkap Pungli SIM-Honor Dipotong di Polres Luwu
Sebelum melakukan aksi vandalisme ‘sarang korupsi’ dan ‘sarang pungli’ di Mapolres Luwu, Aipda Haerul sebelumnya juga pernah melontarkan dua kritikan terkait dugaan pungli di Polres Luwu. Kritikan tersebut diunggah oleh Aipda Haerul melalui akun media sosialnya pada 21 September 2021.

Haerul saat itu menuding ada pungli pada proses penerbitan SIM C di Polres Luwu. Haerul mengaku warga yang mendaftar untuk membuat SIM C dimintai biaya sekitar Rp 200-300 ribu. Pungutan ini disebut Aipda Haerul tidak sesuai aturan tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

“Setelah melihat postingan tersebut saya berkomentar bahwa pada Sat Lantas Res Luwu Kuat melaksanakan PUNGLI (Pungutan Liar) di mana dalam proses Penerbitan SIM C,” tulis Haerul dalam unggahannya.

“Pendaftar/Calon dimintai biaya yang tidak wajar dalam hal ini di atas biaya yang telah ditentukan sesuai PNBP,” tutur Haerul.

Menurut Haerul, dana yang diterimanya tersebut tidak sesuai dengan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ). Menurutnya anggaran di LPJ lebih besar dari yang dia terima.

“Sedangkan dalam LPJ pertanggungjawaban lebih besar yang telah dianggarkan. Tidak menutup kemungkinan pemotongan anggaran Dipa ini juga berlangsung pada Polres-polres yang ada di Jajaran Polda Sulsel,” lanjutnya.

“Ternyata sejak itu baru saya ketahui bahwa seluruh anggaran Operasional seluruh fungsi (Reskrim, Intelkam, Binmas, Sat Lantas, Polsek jajaran Polres Luwu) telah dipotong/sunnat oleh para oknum Pimpinan Polres Luwu,” sambungnya.

(Sumber : Polisi Berprestasi Coret Mapolres Luwu ‘Sarang Korupsi’ Kondisi Fisik Sehat.)

Saat Jaksa Tahan Alvin Lim Demi Jalankan Putusan Banding

Jakarta (VLF) Jaksa menjemput advokat Alvin Lim di Bareskrim Polri, Jakarta. Alvin Lim yang divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus pemalsuan surat itu kemudian ditahan di Rutan Salemba.

Alvin Lim dijemput Jaksa pada Selasa (18/10/2022), sekitar pukul 19.00 WIB di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Alvin Lim awalnya keluar dari Gedung Bareskrim menuju ruang wartawan. Tak lama setelahnya, Alvin Lim Ia langsung masuk ke dalam mobil.

“Baru putusan pengadilan. Seharusnya nunggu kasasi dulu, eksekusi, tapi kan ini pasti ada pesannya, nih,” kata Alvin Lim kepada wartawan.

Pihak Alvin Lim Kaget
Salah satu anggota LQ Indonesia Law Firm, Geraldi, mengaku kaget atas penjemputan tersebut. Geraldi saat itu mendampingi Alvin Lim di Bareskrim Polri.

“Kaget (Alvin Lim kaget dijemput pihak kejaksaan). Saya juga kaget. Aduh gimana ini,” kata Geraldi di Bareskrim Polri, Selasa (18/10).

Geraldi mengatakan tidak ada surat penangkapan ataupun penahanan yang diberikan kejaksaan kepada pihaknya. Alvin, kata Geraldi, mengaku kaget lantaran dijemput pihak kejaksaan di Bareskrim Polri.

“Nggak ada surat penangkapan, penahanan, atau apa pun itu. Tiba-tiba saya ke bawah kaget kok tiba-tiba dibawa, lah saya nggak boleh masuk, gimana saya sesama LQ kan. Ini tiba-tiba nggak ada,” jelas Geraldi.

“Ini tiba-tiba ditahan. Saya nggak tahu apa-apa,” tambahnya.

Penjelasan Jaksa
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap alasan jaksa menjemput dan menahan Alvin Lim. Kejagung mengatakan Alvin Lim ditahan berdasarkan putusan banding di Pengadilan Tinggi Jakarta.

“Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan telah menerima putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta berdasarkan Putusan Pengadilan Nomor: 28/PID/2020/PT.DKI tanggal 17 Oktober 2022 atas nama terdakwa Alvin Lim,” kata Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, kepada wartawan, Selasa (18/10).

Dia mengatakan putusan itu memperbaiki amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 1039/Pid.B/2018/PN.Jkt.Sel tanggal 30 Agustus 2022 yang dimohonkan banding. Berikut bunyi amar putusan lengkapnya:

1. Menyatakan Terdakwa Alvin Lim tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan Kesatu Primair dan Kesatu Subsidair;
2. Membebaskan Terdakwa Alvin Lim dari Dakwaan Kesatu Primair, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 263 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
3. Membebaskan Terdakwa Alvin Lim dari Dakwaan Kesatu Subsidair, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 263 ayat (1) juncto Pasal 56 ke-2 jucnto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
4. Menyatakan Terdakwa Alvin Lim telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah “secara bersama-sama menggunakan surat palsu yang dilakukan secara berlanjut” sebagaimana Dakwaan Kesatu Lebih Subsidair;
5. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Alvin Lim oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan 6 (enam) bulan;
6. Memerintahkan agar Terdakwa ditahan;
7. Menetapkan lamanya masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan dari pidana yang dijatuhkan;
8. Menetapkan barang bukti berupa:
– Barang bukti nomor 1 s/d 55 “tetap dilampirkan dalam berkas perkara”
– Barang bukti nomor 56 s/d 85 “dikembalikan kepada saksi Melly Tanumihardja”
– Barang bukti nomor 86 s/d 101 “dikembalikan kepada Budi Arman”
– Barang bukti nomor 102 s/d 111 “dikembalikan kepada saksi Ikhwan Syahri”
– Barang bukti nomor 112 s/d 197 “dikembalikan kepada Terdakwa ALVIN LIM”
– Barang bukti nomor 198 s/d 211 “dirampas untuk dimusnahkan”

Ketut mengatakan jaksa melakukan penahanan Alvin Lim berdasarkan putusan banding itu. Dia menyebut Alvin Lim ditahan di Rutan Salemba.

“Atas putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Jaksa Penuntut Umum melaksanakan Penetapan Hakim yang berada dalam putusan tersebut untuk melakukan penahanan terhadap Terdakwa Alvin Lim di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba,” kata dia.

Kasus Alvin Lim
Alvin Lim telah divonis 4,5 tahun penjara terkait kasus pemalsuan surat. Namun, saat itu Alvin Lim tidak hadir di sidang, melainkan berada di Singapura.

Putusan tersebut telah dibacakan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (30/8) lalu. Pada persidangan tersebut, terdakwa Alvin Lim tidak hadir tanpa alasan meskipun telah dijadwalkan pada sidang sebelumnya.

Akhirnya jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yang hadir di sidang tersebut meminta hakim tetap melanjutkan persidangan dengan agenda pembacaan putusan tanpa kehadiran terdakwa Alvin Lim sebagaimana ketentuan dalam Pasal 12 ayat 2 Undang-Undang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman juncto Pasal 182 KUHAP dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 1980. Alvin Lim diketahui berada di Singapura.

“Atas pendapat Jaksa Penuntut Umum tersebut, Penasihat Hukum menyatakan Terdakwa Alvin Lim saat ini sedang berada di Singapura, namun tidak keberatan apabila Majelis Hakim tetap melanjutkan persidangan pembacaan putusan tanpa kehadiran Terdakwa Alvin Lim,” ujar Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/8).

Selanjutnya majelis hakim pun memutuskan tetap melanjutkan persidangan in absentia atau tanpa kehadiran terdakwa Alvin Lim. Alvin Lim pun divonis 4,5 tahun penjara oleh hakim.

Alvin Lim dinyatakan terbukti bersalah oleh hakim melakukan tindak pidana pemalsuan surat secara berlanjut. Alvin Lim dinyatakan melanggar Pasal 263 ayat 2 juncto Pasal 55 ayat 1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Atas putusan 4,5 tahun tersebut, pengacara Alvin Lim menyatakan banding.

Sementara itu, ditelusuri dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (SIPP PN Jaksel), persidangan awal perkara ini dimulai pada 27 September 2018. Selain Alvin Lim, ada dua terdakwa lain bernama Melly Tanumihardja alias Melisa Wijaya dan Budi Arman alias Budi Wijaya.

Dari SIPP PN Jaksel itu termaktub uraian singkat dakwaan di mana Alvin Lim didakwa bersama-sama dengan Melly Tanumihardja dan Budi Arman serta dua orang yang berstatus sebagai buron, yaitu Deni Ignatius dan Agus Abadi. Perkara bermula pada 2015, saat Melly Tanumihardja menemui dan bercerita kepada Alvin Lim bahwa dia sering sakit-sakitan.

“Selanjutnya, Terdakwa Alvin Lim mengatakan ‘pakai asuransi saja, biar meringankan beban’,” demikian tertulis pada uraian singkat dakwaan itu.

Singkatnya, Melly Tanumihardja membuat KTP palsu dengan mengubah identitas menjadi Melisa Wijaya. Demikian juga Budi Arman, yang diubah identitasnya menjadi Budi Wijaya, di mana Melisa Wijaya dan Budi Wijaya adalah pasangan suami-istri. Setelahnya, mereka mendaftar sebagai peserta asuransi kesehatan pada salah satu agen asuransi. Sayangnya, dalam uraian singkat dakwaan itu, tidak disebutkan lebih jelas bagaimana akhirnya.

Persidangan berlangsung hingga akhirnya pada 18 Desember 2018 Budi Wijaya dijatuhi hukuman 2 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider 2 bulan kurungan. Vonis terhadap Melisa Wijaya menyusul kemudian pada 22 Januari 2019 dengan vonis yang sama.

Mereka dinyatakan hanya terbukti perihal dengan sengaja menggunakan surat palsu yang mengakibatkan kerugian. Untuk pasal-pasal lainnya dinyatakantidakterbukti.

(Sumber : Saat Jaksa Tahan Alvin Lim Demi Jalankan Putusan Banding.)

Benny Tjokro Hadapi Sidang Tuntutan Kasus Korupsi ASABRI Hari Ini

Jakarta (VLF) Benny Tjokrosaputro akan menghadapi sidang pembacaan tuntutan kasus korupsi ASABRI yang merugikan negara sebesar Rp 22,7 triliun. Tuntutan terhadap Komisaris PT Hanson International Tbk itu akan digelar di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta hari ini.

Dilansir SIPP PN Jakarta Pusat, Rabu (19/10/2022), sidang akan digelar di Ruang Muhammad Hatta Ali. Sidang rencananya digelar pukul 10.00 WIB.

“Rabu 19 Oktober 2022 agenda pembacaan tuntutan pidana penuntut umum,” tulis SIPP.

Diketahui, Benny Tjokro didakwa melakukan korupsi bersama-sama mantan Dirut ASABRI, Mayjen Purn Adam Rahmat Damiri dkk yang merugikan negara sebesar Rp 22,7 triliun. Adam didakwa bersama tujuh terdakwa lainnya.

Adapun ke-6 terdakwa lainnya adalah:
– Letjen Purn Sonny Widjaja sebagai Direktur Utama PT ASABRI periode 2016-2020
– Bachtiar Effendi sebagai Kepala Divisi Keuangan dan Investasi PT ASABRI periode 2012-2015
– Hari Setianto sebagai Direktur Investasi dan Keuangan PT ASABRI periode 2013-2019
– Lukman Purnomosidi sebagai Presiden Direktur PT Prima Jaringan
– Heru Hidayat sebagai Presiden PT Trada Alam Minera
– Jimmy Sutopo sebagai Direktur PT Jakarta Emiten Investor Relations

“Terdakwa Sonny Widjaja bersama-sama dengan Adam Rahmat Damiri, Bachtiar Effendi, Hari Setianto, dan Benny Tjokrosaputro, Lukman Purnomosidi, Heru Hidayat, Jimmy Sutopo masing-masing dilakukan penuntutan terpisah dan Ilham Wardhana Bilang Siregar selaku kepala Divisi investasi periode 2012- 2016 telah meninggal dunia, telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum,” ujar jaksa pada Kejagung saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (16/8/2021).

Jaksa mengatakan Benny Tjokro dan Adam Damiri dkk telah menerima hadiah dari perusahaan yang bekerja sama dengan PT ASABRI. Mereka juga mendapat keuntungan dan memperkaya diri.

“Terdakwa Sonny Widjaja bersama dengan Ilham Wardhana Bilang Siregar, Adam Rachmat Damiri, Bachtiar Effendi, dan Hari Setianto telah menerima sesuatu berupa dana dan fasilitas lainnya dari pemilik perusahaan/pemilik saham, perusahaan sekuritas, perusahaan manajer investasi yang bekerja sama dengan PT ASABRI,” ungkap jaksa.

Jaksa menyebut Adam Damiri, Benny Tjokro dkk seolah-olah melakukan proses restrukturisasi pengelolaan investasi dalam bentuk penjualan saham dan reksa dana menggunakan dana pengelolaan PT Asabri. Perbuatan 8 terdakwa ini disebut jaksa membuat negara merugi Rp 22,7 triliun.

“Yang dapat merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara, yaitu merugikan keuangan negara cq. PT ASABRI (Persero) sebesar Rp 22.788.566.482.083 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut, sesuai dengan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Dalam rangka Penghitungan Kerugian Negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Nomor : 07/LHP/XXI/05/2021 tanggal 17 Mei 2021,” ungkap jaksa.

PT ASABRI (Persero) diketahui mendapatkan pendanaan yang berasal dari dana program THT (Tabungan Hari Tua) dan dana Program AIP (Akumulasi Iuran Pensiun) yang bersumber dari iuran peserta ASABRI setiap bulannya yang dipotong dari gaji pokok TNI, Polri dan ASN/PNS di Kemenhan sebesar 8% dengan rincian dana pensiun dipotong sebesar 4,75% dari gaji pokok, sedangkan Tunjangan Hari Tua (THT) dipotong sebesar 3,25% dari gaji pokok.

Atas dasar itu, para terdakwa didakwa jaksa melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

(Sumber : Benny Tjokro Hadapi Sidang Tuntutan Kasus Korupsi ASABRI Hari Ini.)