Category: Global

Fahri Hamzah: Wapres Seenaknya Aja Ngomong Tak Perlu Densus Tipikor

Jakarta (VLF) – Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mempertanyakan sikap Wakil Presiden Jusuf Kalla soal wacana pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) Polri.

Ia merasa, sikap Wapres itu berbeda dengan sikap Istana. Karena itu, ia menganggap perbedaan sikap eksekutif tersebut tidak profesional.

Apalagi, kata Fahri, Presiden Joko Widodo belum sekalipun memanggil Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dan Jaksa Agung HM Prasetyo untuk membicarakan Densus Tipikor.

“Saya enggak ngerti. Kayaknya Presiden dan Wapres punya kantor masing-masing dan ngomong masing-masing. Padahal seharusnya mereka itu kantornya cuma satu, Istana. Presidensialisme itu ya presiden, jangan ada yang lain,” kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/10/2017).

Fahri menambahkan, semestinya pemerintah mengeluarkan pernyataan resmi terkait rencana pembentukan Densus Tipikor dengan didahului rapat kabinet bersama Kapolri dan Jaksa Agung.

Ia mengatakan, DPR melalui Komisi III serius memberi masukan kepada Polri untuk mengorganisasi ulang strukturnya agar bisa optimal dalam memberantas korupsi.

Karena itu, ia meminta pemerintah menyikapinya dengan serius.

Sebab, lanjut dia, tugas utama pemberantasan korupsi ada di lembaga penegak hukum inti, seperti Polri dan kejaksaan.

“Kita mikirnya siang malem rapat sampe subuh, Presiden dan orangnya nanggepin kayak omongan pinggir jalan aja. Enggak profesional gitu lho. Enggak paham kita bahwa kita itu mikirnya serius. Dia (JK) seenaknya aja ngomong,” lanjut politisi yang dipecat PKS itu.

Wapres Jusuf Kalla sebelumnya menilai, Polri tidak perlu membentuk Densus Tipikor.

Menurut dia, saat ini cukup memaksimalkan kerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian dan kejaksaan dalam pemberantasan korupsi.

“Jadi cukup biar KPK dulu, toh sebenarnya polisi, kejaksaan juga masih bisa menjalankan tugas. Tidak berarti perlu ada tim baru untuk melakukan itu, tim yang ada sekarang juga bisa. Difokuskan dulu KPK dan KPK dibantu sambil bekerja secara baik,” kata Wapres di kantornya di Jakarta, Selasa (17/10/2017), seperti dikutip Antara.

Wapres mengatakan, dalam pemberantasan korupsi perlu hati-hati dan jangan sampai isu tersebut menakutkan para pejabat untuk membuat kebijakan.

Menurut Wapres, salah satu yang memperlambat proses pembangunan disamping proses birokrasi yang panjang juga ketakutan pengambilan keputusan.

Ia menambahkan, pemberantasan korupsi jangan hanya menyapu dan basmi sehingga memunculkan ketakutan dan tidak bisa membangun, selain juga harus menjaga objektivitas.

Polri tengah membentuk Densus Tipikor. Menurut Kapolri Jenderal Tito Karnavian, butuh anggaran sekitar Rp 2,6 triliun untuk membentuk Densus Tipikor.

Tito merinci, anggaran tersebut termasuk untuk belanja pegawai 3.560 personel sekitar Rp 786 miliar, belanja barang sekitar Rp 359 miliar dan belanja modal Rp 1,55 triliun.

Nantinya Densus Tipikor akan dipimpin seorang bintang dua dan akan dibentuk satgas tipikor kewilayahan.

Satgas tipikor tersebut akan dibagi tiga tipe, yakni tipe A (enam satgas), tipe B (14 satgas) dan tipe C (13 satgas).

Kapolri akan memaparkan rencana tersebut kepada Presiden Joko Widodo. ( Sumber :Fahri Hamzah: Wapres Seenaknya Aja Ngomong Tak Perlu Densus Tipikor )

DPR Absen Saat Rekaman Video Rapat dengan KPK Diputar di MK

Jakarta (VLF) – Sidang uji materii terkait hak angket DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (11/10/2017), mengagendakan mendengar/memperlihatkan alat bukti berupa rekaman video rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi III dan KPK.

Sidang berlangsung di Gedung MK, Jakarta Pusat.

Sedianya, sidang ini dihadiri para pihak, yakni Pemohon, pihak terkait, serta pembuat undang-undang, dalam hal ini DPR dan Pemerintah.

Namun, sejak sidang dimulai pada pukul 11.00 WIB, anggota Komisi III yang biasanya menjadi perwakilan DPR tidak terlihat di ruang sidang.

“Dari DPR belum hadir, belum ada surat pemberitahuan (ketidakhadiran) juga,” kata Ketua MK, Arief Hidayat, saat membuka sidang.

Perwakilan DPR sedianya menempati kursi yang ada di sayap kanan ruang sidang atau sisi Utara Gedung MK. Tepatnya, kursi untuk anggota DPR itu sejajar dengan kursi perwakilan dari pemerintah.

Hingga sekitar satu jam persidangan berlangsung, perwakilan DPR tak kunjung terlihat.

Secara terpisah, Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani, yang biasa mewakili DPR, mengaku tidak bisa hadir di persidangan karena tengah mengikuti rapat kerja dengan Jaksa Agung, M Prasetyo.

Menurut dia, DPR telah mengutus Badan Keahlian Dewan (BKD) untuk mewakili pada persidangan hari ini.

“Saya tidak bisa karena ada Raker dengan Jaksa Agung,” kata Arsul melalui pesan singkatnya, Rabu.

Dalam sidang kali ini, pemohon mengajukan alat bukti berupa beberapa potongan video ketika rapat antara DPR dan KPK digelar beberapa waktu lalu.

Salah satu poin yang disoroti yakni desakan untuk membuka rekaman Miryam S Haryani.

Durasi video sekitar satu jam tiga puluh menit. Meskipun yang diputar dalam sidang hanya beberapa potongan video, namun pemohon juga akan menyertakan video serta transkrip utuh kepada Mahkamah.

Adapun, tujuan pemutaran video untuk menjelaskan kepada hakim konstitusi bahwa dalam rapat tersebut DPR telah mengancam menggunakan kewenangannya terhadap KPK, dalam hal ini kewenangan hak angket.

“(Di salah satu rekaman, -red) Di menit 16 sampai dengan selesai, menjelaskan ancaman anggota dewan untuk menggunakan hak angket dan lain-lain dalam upaya meminta rekaman miryam S Haryani,” kata salah seorang pemohon kepada ketua MK, Arief Hidayat, di persidangan.

Permohonan pengujian materiil terkait hak angket diajukan oleh sejumlah pihak di antaranya, permohonan nomor perkara 40/PUU-XV/2017 yang diajukan oleh beberapa pegawai KPK.

Kemudian, permohonan nomor perkara 47/PUU-XV/2017 yang diajukan oleh Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan KPK.

Selain itu, pemohon dengan nomor perkara 36/PUU-XV/2017, yakni gabungan mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum yang menamakan dirinya sebagai Forum Kajian Hukum dan Konstitusi, serta pemohon dengan nomor perkara 37/PUU-XV/2017, yakni Direktur Eksekutif Lira Institute, Horas AM Naiborhu.

Secara umum, para pemohon mempersoalkan batas kewenangan hak angket DPR.

Menurut para pemohon, ketentuan hak angket yang tertuang dalam Pasal 79 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) hanya bisa ditujukan terhadap pemerintah, bukan KPK.

Sebab, KPK merupakan lembaga negara atau lembaga independen. Oleh karena itu, tidak bisa dikenakan hak angket. ( Sumber : DPR Absen Saat Rekaman Video Rapat dengan KPK Diputar di MK )

Besok, Setya Novanto Pimpin Rapat Pleno Golkar Bahas Pergantian Pengurus

Jakarta (VLF) – Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto djadwalkan memimpin Rapat Pleno Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar Selasa (11/10/2017) malam. Hal itu disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal Golkar Sarmuji.

“Kabarnya ketua umum yang akan mempimpin,” kata Sarmuji di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/10/2017).

Ia mengatakan, belum ada agenda resmi yang akan dibahas dalam Rapat Pleno besok. Namun, dimungkinkan rapat akan membahas revitalisasi kepengurusan DPP Golkar.

Sarmuji enggan menegaskan apakah revitalisasi kepengurusan juga terkait pencopotan Yorrys Raweyai dari jabatan Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

Dalam surat yang beredar, posisi Yorrys digantikan oleh mantan Sekretris Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Eko Wiratmoko.

“Jadi pertama pasti agendanya persiapan laporan panitia penyelenggara atas beberapa rapat yang dilakukan oleh panitia penyelenggara. Kedua kemungkinannya, kalau memang ketua umum datang, ya mungkin ketua umum menyampaikan perihal revitalisasi. Kemungkinan,” lanjut Sarmuji.

( Sumber :Besok, Setya Novanto Pimpin Rapat Pleno Golkar Bahas Pergantian Pengurus )

 

Ada Kabar Novanto Mulai Ngantor, Sejumlah Elite Golkar Sambangi DPR

Jakarta (VLF) – Ketua DPR Setya Novanto dikabarkan mulai berkantor di DPR hari ini. Sejumlah elite Golkar berkumpul di DPR.

Berdasarkan pantauan di gedung Nusantara III DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (10/10/2017), sejumlah elite Golkar, seperti Aziz Syamsuddin dan Satya Widya Yudha, keluar-masuk ruang kerja Novanto yang berada di lantai 3 gedung ini. Selain itu, Ketua Dewan Pakar Golkar Agung Laksono mendatangi DPR.

Agung masuk ke kantor Novanto melalui pintu belakang, yakni gedung Kesetjenan DPR. Agung diketahui menaiki lift. Untuk diketahui, gedung Setjen DPR dan gedung Nusantara III memang terhubung.

“Mau ketemu Sekjen,” ujar Agung menjelaskan tujuan kedatangannya.

Agung irit bicara soal kabar Novanto mulai berkantor hari ini. Ditanyai soal kabar itu, Agung mengelak.

“Belum, saya mau ngecek dulu,” katanya.

Informasi yang beredar, Novanto masuk ke gedung Nusantara III melalui pintu belakang, sama seperti Agung. Ketum Golkar tersebut dikabarkan telah tiba di DPR sejak pukul 11.00 WIB.

Kehadiran Novanto memang tengah dinantikan publik. Setelah sakit selama beberapa minggu sehingga tidak bisa menghadiri panggilan KPK terkait pemeriksaan kasus e-KTP, Novanto dikabarkan sudah pulih kembali tak lama setelah dia memenangi praperadilan terhadap status tersangkanya.
(gbr/elz) ( Sumber : Ada Kabar Novanto Mulai Ngantor, Sejumlah Elite Golkar Sambangi DPR )

KPK Pertimbangkan Panggil Ulang Novanto di Sidang Andi Narogong

Jakarta (VLF) – Setya Novanto tidak memenuhi panggilan jaksa KPK menjadi saksi sidang terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong di Pengadilan Tipikor hari ini. Sebab, Novanto harus menjalani medical check-up di RS Premier Jatinegara.

“Tadi sudah ada informasi, pihak SN (Setya Novanto) kirim surat ke jaksa KPK tak bisa hadir karena harus medical check-up,” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta, Senin (9/10/2017).

Meski begitu, menurut Febri, jaksa KPK akan mempertimbangkan untuk memanggil ulang Novanto sebagai saksi sidang perkara dugaan korupsi e-KTP. Apalagi jaksa mempunyai kebutuhan saksi yang dihadirkan dalam sidang tersebut.

“Jaksa akan mempertimbangkan lebih lanjut kebutuhan pemeriksaan atau pemanggilan kembali terhadap saksi-saksi yang tak hadir di persidangan,” ujar Febri.

Selain itu, Febri menyatakan saksi yang dihadirkan jaksa sangat penting dalam proses pembuktian fakta di persidangan. Jaksa dan hakim juga memerlukan klarifikasi dari para saksi.

“Saksi kan penting keterangannya didengar karena ada informasi yang diketahui dan ada informasi yang harus diklarifikasi, baik oleh hakim, jaksa penuntut umum, maupun oleh pihak pengacara terdakwa. Itulah pentingnya kehadiran saksi,” kata Febri.

Diberitakan sebelumnya, Setya Novanto dan Ganjar Pranowo tidak hadir dalam sidang kasus korupsi e-KTP. Keduanya sedianya dipanggil untuk memberikan keterangan sebagai saksi untuk terdakwa Andi Narogong.

“Mohon maaf, Yang Mulia, hari ini rencananya kami panggil 7 saksi, namun yang tidak bersedia hadir Ganjar Pranowo dan Setya Novanto,” kata jaksa KPK Abdul Basir kepada majelis hakim dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (9/10).

Setya Novanto harus kembali ke Rumah Sakit Premier Jatinegara, Jakarta Timur. Dia dikabarkan akan mengontrol kesehatannya.

“Ya, kira-kira demikianlah, kan detailnya saya nggak tahu, pribadi beliau, kan,” ucap pengacara Novanto, Fredrich Yunadi, ketika dihubungi.
(fai/dhn) ( Sumber : KPK Pertimbangkan Panggil Ulang Novanto di Sidang Andi Narogong )

Ini Kata KPK soal Pengacara Novanto Laporkan Mr X ke Bareskrim

Jakarta (VLF) – Pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi, melaporkan seseorang ke Bareskrim, namun tidak disebutkan identitasnya. Sebelumnya, Fredrich mengatakan akan melaporkan pimpinan KPK jika surat perintah penyidikan (sprindik) baru terkait kliennya dikeluarkan KPK.

Meski identitas terlapor belum jelas, KPK tidak mempermasalahkan laporan itu. Bagi KPK, laporan itu adalah hal yang biasa saja.

“Saya tidak tahu siapa yang dilaporkan. Soal pelaporan itu, silakan saja. KPK tentu akan tetap menangani kasus KTP elektronik ini,” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta, Senin (9/10/2017).

Menurut Febri, saat ini KPK tengah mempelajari putusan sidang praperadilan yang diajukan Novanto. Dalam putusan itu, hakim tunggal Cepi Iskandar mengabulkan beberapa permohonan Novanto dan menyatakan penetapan tersangka tidak sah.

“Kasus ini sedang berjalan, sejumlah orang sedang kita proses dan kita juga sedang mempelajari putusan praperadilannya, yang sudah dikeluarkan beberapa waktu lalu. Kasus e-KTP akan berjalan terus sesuai aturan yang berlaku,” jelas Febri.

Setelah melaporkan seseorang ke Bareskrim, Fredrich enggan menyebutkan identitas yang dilaporkan ke Bareskrim. Fredrich tetap tidak menjawab detail saat ditanya pihak yang dilaporkan. Dia hanya menyebut pihaknya sudah mengantongi laporan polisi.

“Tanya penyidik, LP sudah,” ujar Fredrich di gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Senin (9/10).

Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Herry Rudolf Nahak saat dimintai konfirmasi mengenai adanya laporan dari pengacara Novanto belum memberikan respons. Siapa sosok Mr X yang dilaporkan Frederich itu pun masih misterius.
(fai/dhn) ( Sumber : Ini Kata KPK soal Pengacara Novanto Laporkan Mr X ke Bareskrim )

Diancam Dipolisikan Pengacara Novanto, KPK: Silakan

Jakarta (VLF) – Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mempersilakan pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi, melaporkan pimpinan KPK ke polisi. Basaria yakin polisi profesional.

“Silakan dilaporkan,” kata Basaria di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (9/10/2017).

Basaria mengatakan polisi profesional dalam menyidik suatu kasus. Dia juga mengatakan polisi tentu paham mana yang termasuk pidana dan mana yang bukan.

“Saya kira polisi punya profesional dalam bidang penyidikan, mana tindak pidana dan mana yang bukan,” sebut Basaria.

Basaria pun mempersilakan Fredrich melapor ke polisi. Fredrich sebelumnya mengaku akan mempolisikan pimpinan KPK apabila surat perintah penyidikan (sprindik) baru diterbitkan untuk kliennya.

“Tidak apa-apa, hak dia,” kata Basaria.

Pada Jumat (6/10), Fredrich mengatakan penerbitan sprindik baru untuk Novanto melanggar hukum atas putusan praperadilan.

“Kita tidak perlu bukti. Kalau mengeluarkan sprindik saja kan itu sudah perbuatan melawan hukum kan. Seketika serta-merta sudah langsung kita bikin. Nggak perlu bukti kok kita. Ada statement-nya dari KPK saja kita bisa langsung lapor, kok. Karena kan kita bisa rekam, statement-nya dari TV. Kita kasih ke penyidik, ini lho buktinya,” jelas Fredrich di kantornya, Jumat (6/10).
(fai/dhn) ( Sumber : Diancam Dipolisikan Pengacara Novanto, KPK: Silakan )

Siapa Mr X yang Dilaporkan Pengacara Novanto ke Bareskrim?

Jakarta (VLF) – Pengacara Ketua DPR Setya Novanto, Fredrich Yunadi melaporkan seseorang ke Bareskrim Polri pada Senin (9/10). Akan tetapi tak disebutkan nama orang yang dilaporkan itu, siapakah dia?

“Itu rahasia belum bisa kita buka karena menyangkut profesi daripada saya sebagai advokat,” kata Fredrich, ketika dihubungi Senin malam (9/10/2017).

Saat ini dia masih belum mau memberitahukan siapa orang yang dimaksud. Ia juga menutupi jabatan maupun berasal dari instansi apa orang yang dilaporkan.

“Saya nggak bisa menyebutkan siapa, termasuk itu terkait jabatan,” ujarnya.

Ia mengaku baru akan membuka identitas yang dilaporkan ketika kasus tersebut telah naik ke tahap penyidikan.

“Nanti kalau sprindiknya sudah keluar baru kita kasih tahu, sekarang masih tahap awal belum bisa kita buka” ungkapnya.

Sebelumnya, pada Senin (9/10) siang Fredrich bersama 4 orang lainnya datang sekitar pukul 13.30 WIB ke Bareskrim Polri. Pengacara mengaku melaporkan seseorang, namun tidak disebutkan identitasnya.

“Tanya penyidik. LP-nya sudah ada tapi sementara kita nggak ada comment dulu,” kata Fredrich kepada

Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Herry Rudolf Nahak saat dimintai konfirmasi mengenai adanya laporan dari pengacara Novanto, belum merespons. Siapa sosok Mr X yang dilaporkan Frederich itu pun masih misterius.

Pihak KPK tak mau menggubris ancaman itu. KPK berkomitmen menuntaskan perkara dugaan korupsi e-KTP.

“Silakan saja pihak-pihak lain berkomentar atau melakukan tindakan-tindakan. Yang pasti, KPK akan melakukan upaya-upaya dan tindakan-tindakan dalam penanganan kasus e-KTP ini yang sesuai aturan hukum yang berlaku,” ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Jumat (6/10).
(yld/rvk) ( Sumber : Siapa Mr X yang Dilaporkan Pengacara Novanto ke Bareskrim? )

MK: Penyidik Bisa Tersangkakan Ulang dengan Bukti yang Sama

Jakarta (VLF) – Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan penyidik bisa menetapkan tersangka lagi orang yang menang praperadilan. MK tidak mempermasalahkan status tersangka baru itu meski penyidik menggunakan bukti yang sama.

Pertimbangan itu disampaikan saat mengadili permohonan Anthony Chandra Kartawiria. Anthony merupakan tersangka kasus Mobile 8, sempat menang di praperadilan, dan ditersangkakan lagi oleh Kejaksaan Agung. Menurut MK, penetapan tersangka baru dengan alat bukti yang sama, bukanlah konstitusional.

“Hal tersebut bukanlah persoalan konstitusionalitas norma Pasal 83 ayat (1) KUHAP, namun merupakan permasalahan implementasi dan dalam hal yang demikian tidak mengurangi hak Pemohon untuk menggunakan mekanisme praperadilan terhadap hal tersebut,” kata ketua majelis MK, Arief Hidayat dalam sidang terbuka untuk umum di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (10/20/2017).

MK menegaskan, penyidik bisa saja tetap menggunakan alat bukti sebelumnya dengan catatan memperbaiki secara substansial.

“Meskipun alat bukti tersebut tidak baru dan masih berkaitan dengan perkara sebelumnya akan tetapi adalah alat bukti yang telah disempurnakan secara substansial dan tidak bersifat formalitas semata sehingga pada dasarnya alat bukti dimaksud telah menjadi alat bukti baru yang berbeda dengan alat bukti sebelumnya,” cetus MK.

“Dengan demikian akan diperoleh adanya kepastian hukum tidak saja bagi tersangka yang tidak dengan mudah ditetapkan sebagai tersangka kembali akan tetapi juga bagi penegak hukum yang tidak akan dengan mudah melepaskan seseorang dari jeratan pidana,” sambung MK.

Dengan pertimbangan itu, maka MK menolak permohonan Anthony. Di mana Anthony meminta ia seharusnya tidak bisa ditersangkakan lagi dengan alat bukti yang sama.

Kasus ini mengingatkan putusan hakim tunggal hakim Cepi Iskandar atas permohonan praperadilan Setya Novanto. Dalam putusannya, Cepi memutuskan penyidik KPK tidak bisa membuat tersangka baru atas Setya Novanto dengan bukti yang sama. ( Sumber : MK: Penyidik Bisa Tersangkakan Ulang dengan Bukti yang Sama

MK: Kalah Praperadilan, Penegak Hukum Bisa Kembali Tetapkan Tersangka

Jakarta (VLF) – Seorang tersangka yang memenangkan praperadilan dapat ditetapkan kembali sebagai tersangka oleh penyidik aparat penegak hukum.

Hal ini menjadi simpulan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi terhadap Pasal 83 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Uji materi itu diajukan oleh mantan Direktur PT Mobile 8, Anthony Chandra Kartawiria, melalui kuasa hukumnya, yakni David Surya, Ricky Kurnia Margono dan H Adhidarma Wicaksono.

Ketua MK Arief Hidayat menyampaikan, MK menolak gugatan yang diajukan karena permohonannya tidak beralasan menurut hukum.

“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Arief dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (10/10/2017).

Sementara dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul menyampaikan, Praperadilan hanya berkenaan dengan prosedur tata cara penanganan seorang tersangka yang diduga melakukan tindak pidana sebagi fungsi checks and balances ada atau tidaknya pelanggaran hak asasi manusia.

“Namun demikian, tidak serta-merta tertutupnya dilakukan proses penyidikan kembali terhadap seorang tersangka apabila ditemukan bukti-bukti yang cukup setelah permohonan praperadilannya dikabulkan,” kata Manahan.

Manahan menyampaikan, Pasal 2 ayat 3 Perma nomor 4 Tahun 2016 memberikan kewenangan terhadap penyidik untuk dapat menetapkan status tersangka kembali kepada orang yang sama dengan persyaratan paling sedikit 2 alat bukti baru yang sah, berbeda dari alat bukti sebelumnya yang berkaitan dengan materi perkara.

Terkait alat bukti tersebut, menurut MK, alat bukti yang telah digunakan pada perkara sebelumnya bisa kembali digunakan untuk menjerat kembali tersangka yang memenangkan praperadilan.

Namun, alat bukti tersebut harus disempurnakan secara substansial dan bukan sebagai alat bukti yang sifatnya formalitas semata sehingga dapat dikatakan sebagai alat bukti baru.

“Dalam menggunakan alat bukti sebagai dasar penyidikan kembali adalah alat bukti yang telah dipertegas oleh Mahkamah, yaitu meskipun alat bukti tersebut tidak baru dan masih berkaitan dengan perkara sebelumnya akan tetapi adalah alat bukti yang telah disempurnakan secara substansial dan tidak bersifat formalitas semata sehingga pada dasarnya alat bukti yang dimaksud telah menjadi alat bukti baru yang berbeda dengan alat bukti sebelumnya,” kata Manahan.

Sebelumnya, para pemohon mempersoalkan penerbitan Surat Perintah Penyidikan (sprindik) baru terhadap tersangka yang memenangkan praperadilan.

Menurut Pemohon, hal tersebut sama saja dengan tidak mengindahkan putusan praperadilan.

Hal ini juga, menurut Pemohon, melanggar hak asasi warga negara karena bertentangan dengan asas kepastian hukum serta menciderai asas praduga tidak bersalah.

Sebagai contoh, David Surya menjelaskan mengenai gugatan praperadilan yang diajukan oleh Hary Tanoesoedibjo terkait kasus Mobile 8.

Kala itu, hakim memenangkan pihak pemohon praperadilan.

Dengan demikian, menurut Surya, sedianya putusan praperadilan telah mematahkan bukti-bukti penyidik terkait kasus Hary Tanoe.

Akan tetapi, penyidik kembali menyeret Hary Tanoe sebagai Tersangka dengan bukti yang berbeda.

Sementara Ricky Margono menilai, perkara yang telah diputus oleh hakim atau telah berkekuatan tetap, dalam hal ini praperadilan, tidak dapat diajukan kembali.

“Karena proses hukum yang diujikan pada praperadilan dengan berdasar pada dua alat bukti dalam penyidikan tidak sesuai dengan ‘due process of law’,” kata Ricky dalam sidang yang digelar pada Kamis (3/8/2017) dalam sidang panel. (sumber : MK: Kalah Praperadilan, Penegak Hukum Bisa Kembali Tetapkan Tersangka)