Bukan KPK tapi Kejagung yang Usut Mafia Migor, Disyukuri atau Disesali?

Jakarta (VLF) – Kasus dugaan korupsi yang mengakibatkan krisis minyak goreng ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), bukan KPK. Mantan juru bicara KPK Febri Diansyah sempat menyoroti kinerja KPK yang kini tak lagi menangani kasus gede seperti ini. Kejagung seolah lebih gesit kali ini. Apa ini patut disyukuri atau disesali?

Kritik Febri Diansyah sempat bak berbalas pantun. Politikus Fahri Hamzah menanggapinya. Memang, kasus yang ditangani Kejagung ini adalah kasus penting, melibatkan hajat hidup orang banyak, yakni minyak goreng, barang yang belakangan menjadi langka dan mahal. Dari kasus ekspor CPO ini, Kejagung sudah menetapkan tiga tersangka dari pihak perusahaan swasta dan satu Direktur Jenderal di Kementerian Perdagangan.

Febri dulu memang aktif menjadi jubir di KPK sebelum era Ketua Firli Bahuri. Tapi kini justru petinggi KPK yang menjadi sorotan publik, bukan kasus korupsi yang ditangani KPK yang menjadi sorotan publik. Saat KPK sibuk dengan urusan internal, Kejagung gesit menangani kasus besar.

“Apakah KPK benar-benar akan jadi masa lalu, dilupakan dan ditinggalkan? Pertanyaan ini hanya bisa dijawab dengan kinerja, bukan gimik,” kata Febri Diansyah lewat cuitan di akun Twitter-nya, 19 Maret 2022.

Fahri Hamzah politikus Partai Gelora menilai kini Kejaksaan tidak lagi tidur. Sistem sudah bekerja. Di zaman Febri Diansyah, hanya KPK yang terlihat bekerja.

“Nah sekarang sistem pemberantasan korupsinya membaik yang ditandai oleh adanya koordinasi untuk menangani perkara-perkara besar, jadi ini adalah efek dari perbaikan sistem yang harus disyukuri,” ujar Fahri Hamzah. Fahri juga menilai KPK kini tetap perlu dikritik lantaran terlihat menyisir kasus-kasus di daerah saja, bukan kasus besar.

Disyukuri atau disesali?
Untuk menjawab pertanyaan soal dinamika pemberantasan korupsi ini, detikcom bertanya ke pakar hukum pidana sekaligus dosen Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar.

Menurut Abdul Fickar Hadjar, ada beda karakter antara Kejagung dan KPK. Lembaga yang disebut terakhir tentu saja lebih fokus mengusut kasus korupsi. Jadi seharusnya, menurut anggapan umum, kasus korupsi ya ditangani KPK saja.

“Barangkali ini yang menjadi perhatian mengapa tidak KPK. Karena jika penuntutannya difokuskan pada korupsi, sebaiknya memang ditangani KPK, sedangkan kejaksaan meliputi seluruh tindak pidana,” kata Abdul Fickar Hadjar membagikan perspektifnya, Kamis (21/4/2022).

Dia berpandangan, KPK punya keunggulan dalam sistem penegakan penanganan kasus korupsi. Di sisi lain, dia mengakui Kejagung punya pengalaman lebih panjang menangani pelbagai kasus tindak pidana.

“Meskipun secara kelembagaan lebih berpengalaman, namun berdasarkan pengalaman ‘disiplin sistem’-nya terkadang kurang kuat,” kata Fickar.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina juga menyampaikan pandangannya. Dia menilai semua lembaga penegak hukum perlu berperan dalam pemberantasan korupsi.

“Termasuk kejaksaan. Jadi, tidak menjadi suatu hal yang istimewa karena memang sudah seharusnya. Untuk apa disesali? Justru perlu didukung agar Kejagung tidak berhenti pada penetapan empat tersangka, melainkan juga korporasi dan pejabat lain yang mungkin terlibat,” kata Almas Sjafrina, dihubungi terpisah.

Dia memaknai cuitan Febri Diansyah itu sebagai bentuk kritik atas kinerja KPK yang melandai. Menurutnya, KPK perlu didorong supaya lebih gesit lagi menangani kasus-kasus besar.

“Seharusnya bersama dengan penegak hukum lain, KPK lebih hadir membongkar korupsi, khususnya yang menyangkut hajat hidup orang banyak,” kata Almas.

Menurut ICW, persoalan soal lembaga mana yang menagani kasus mafia minyak goreng itu apakah Kejagung atau KPK kini bukanlah perdebatan yang penting. Ada pertanyaan yang lebih mendasar.

“Sekarang KPK sibuk apa?” tandas Almas.

( Sumber : Bukan KPK tapi Kejagung yang Usut Mafia Migor, Disyukuri atau Disesali? )

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *