Jakarta (VLF) Seorang warga Medan melaporkan dugaan korupsi di Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara (Sumut) ke Mabes Polri. Warga bernama Sukardi itu mengaku dikorbankan dalam dugaan korupsi itu.
Kuasa hukum dari Sukardi, Junirwan Kurnia, menceritakan awal mula kliennya diduga turut menjadi korban dalam kasus ini. Junirwan menyebut, persoalan ini berawal pada tahun 2018 dimana saat itu Rektor UINSU masih dijabat Prof. Saidurrahman.
“Klien kami Pak Sukardi adalah developer yang biasa membangun perumahan. Pada sekitar 2018, dijanjikan untuk membangun kerjasama dengan UIN Sumatera Utara. Pada waktu itu, UIN Sumatera Utara dipegang oleh Rektornya adalah Prof. Dr. Saidurrahman. Nah, skema atau pola kerjasama itu nantinya, tanpa melibatkan keuangan negara,” kata Junirwan dalam keterangannya, Senin (21/10/2024).
Junirwan kemudian menyebut kerjasama itu berupa pembangunan asrama bagi mahasiswa yang berada di Kampus IV UINSU. Sukardi yang memiliki tanah di dekat kampus itu diminta untuk membangun asrama untuk para mahasiswa menggunakan uangnya sendiri.
“Klien kami akan mengutip langsung uang sewa asrama dan lain-lainnya. Skemanya, setelah 15 tahun (kerjasama berjalan), aset klien kami itu yang direncanakan tanah 9 hektare, plus 400 rumah yang dijadikan asrama jadi milik negara (UINSU),” ucap Junirwan.
Setelah menghitung secara bisnis dan karena tidak menggunakan uang negara, Sukardi menerima tawaran tersebut. Junirwan menyebut kliennya pun mulai membangun asrama sesuai yang disepakati bersama Prof Saidurrahman.
Hingga pada tahun 2020, kontrak kerjasama antara UINSU dan perusahaan milik Sukardi belum ditandatangani. Hal ini membuat pihak Sukardi memberhentikan proses pembangunan asrama.
Pada tahun yang sama, kata Junirwan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan pengeluaran uang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh UINSU sebesar Rp 36 miliar lebih. Atas adanya temuan tersebut, pihak UINSU yakni Prof Saidurrahman meminta agar Sukardi menyerahkan sertifikat tanah tempat dibangunnya asrama itu sebagai jaminan.
“Nah ternyata, janji-janji yang diberikan kepada klien kami tersebut dimanfaatkan untuk menutupi kasus korupsi di UIN. Hasil temuan BPK sebesar lebih kurang Rp 36 miliar. Dimana klien kami dibuat seolah-olah membantu untuk menutupi atau menyelesaikan temuan BPK itu,” sebut Junirwan.
“Maka klien kami diminta untuk menyerahkan 20 sertifikat tanah yang 9 hektare di Tuntungan itu. Dengan janji akan dikembalikan pada 17 Agustus 2021. Ternyata sampai hari ini tidak ada realisasinya. Baik kerjasama tersebut, maupun sertifikat klien kami tidak ada yang direalisasikan,” sambungnya.
Proses penyerahan sertifikat itu dilakukan Sukardi dan Saidurrahman di hadapan notaris. Junirwan menyebut pihaknya memiliki alat bukti yang cukup terkait proses penyerahan sertifikat itu.
Junirwan kemudian menyebut jika kliennya tidak ada menandatangani kontrak kerjasama dengan pihak UINSU terkait pembangunan asrama meski sertifikat sudah diberikan. Belakangan mereka menemukan adanya kontrak kerjasama terkait asrama itu, dengan tandatangan palsu.
“Tanda tangan klien kami dipalsukan seolah-olah ada kerjasama antara UIN Sumatera Utara dengan klien kami,” jelasnya.
Atas dasar hal itu, Junirwan menyebut pihaknya melaporkan kasus dugaan korupsi Rp 36 miliar itu ke Mabes Polri. Mereka berharap kasus ini dibongkar, dan sertifikat milik Sukardi yang sempat menjadi jaminan dapat dikembalikan.
Sementara itu, Koordinator Humas UINSU Subhan Dawawi menyebut jika dia belum mengetahui secara rinci terkait kasus ini. Subhan sendiri baru ditunjuk menjadi Koordinator Humas UINSU.
Saidurrahman Dihukum Kasus Korupsi Dana Asrama Mahasiswa
Prof Saidurrahman sendiri saat ini sedang menjalani masa tahanan dalam kasus korupsi di UINSU. Saidurrahman dihukum 6 tahun penjara karena korupsi uang dari mahasiswa untuk tinggal di asrama.
“Mengadili, satu, menyatakan terdakwa Saidurrahman terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama, sebagaimana dalam dakwaan primer,” kata Majelis Hakim yang diketuai Sulhanuddin di ruangan Cakra 2 PN Medan, Senin (22/1/2024).
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan hukuman pidana penjara selama 6 tahun dan denda sebesar Rp 200 juta rupiah dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar akan diganti pidana hukuman selama dua bulan,” tambahnya.
Uang asrama dari mahasiswa itu harusnya yang dibayarkan ke pihak Sukardi. Namun karena kontrak kerjasama antara pihak Sukardi dan UINSU tidak berjalan, para mahasiswa tidak dapat menempati asrama itu.
(Sumber : Warga Medan Laporkan Dugaan Korupsi UINSU ke Mabes Polri, Ngaku Dikorbankan.)