Jakarta (VLF) – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menemukan banyak pegawainya yang tersandung kasus hukum. Kasus tersebut berkaitan dengan penerbitan sertifikat tanah di atas sempadan sungai.
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengatakan, kondisi tersebut akibat terjadi tumpang tindih aturan tentang pembangunan di sepanjang kawasan sungai, waduk, danau, serta sumber-sumber air lainnya.
“Banyaknya orang ATR/BPN petugas yang kemudian kena kasus hukum akibat menerbitkan sertifikat tanah di atas sempadan sungai, waduk, situ, danau dan sebagainya,” kata Nusron di Kementerian PU, Jakarta Selatan, Rabu (29/10/2025).
Nusron menjelaskan, pada satu sisi aturan lama menyatakan bahwa sempadan sungai menjadi kekayaan yang dikuasai negara. Namun di sisi lain, ada peraturan yang menyatakan bahwa masyarakat boleh memanfaatkan kekayaan negara itu.
“Berarti masyarakat boleh masuk sepanjang negara memberikan hak kepada orang yang paling dekat dengan itu. Hubungan hukum yang paling dekat adalah orang yang menguasai tanah tersebut. Ini ada bias, sehingga banyak orang ATR/BPN yang kena kasus hukum soal ini,” ujarnya.
Padahal, seharusnya penerbitan sertifikat di sempadan sungai dilarang. Penerbitan sertifikat hak milik (SHM) ini mendorong pendirian bangunan di sepanjang sempadan sungai, yang pada akhirnya meningkatkan potensi terjadinya bencana banjir di Jabodetabek.
Penertiban Rampung 2026
Atas kondisi tersebut, pihaknya bersama Kementerian PU akan melakukan sejumlah langkah. Pertama, melakukan harmonisasi peraturan peraturannya harus seragam tentang sempadan sungai yang disusun bersama sebagai acuan kedua kementerian. Hal ini baik dari aspek dimensi tata ruang, dimensi survei dan pemetaan tanah, maupun penerbitan sertifikat dan pendaftaran tanah.
Kedua, sebelum bulan Januari 2026, pihaknya akan melanjutkan pekerjaan audit tata ruang, sertifikat, dan bangunan di sepanjang sempadan sungai dan danau. Hal ini khususnya pada lokasi-lokasi yang memiliki potensi besar terjadinya banjir.
“Dalam waktu dekat, kita target sebelum Januari-Februari (2026), karena biasanya banjir itu terjadi pada Januari-Februari di kawasan Jabodetabek, kita akan melanjutkan pekerjaan yang sempat terhenti pasca banjir. Apa itu? Audit tata ruang, sertifikat, dan bangunan yang ada di sepanjang sempadan sungai,” kata dia.
Proses audit akan diutamakan pada lokasi-lokasi yang memiliki potensi besar terjadinya banjir. Adapun kawasan sungai yang dibidik di antaranya Ciliwung, Cisadane, Cikeas, hingga Citarum, yang ada di kawasan Jabodetabek. Dengan demikian, mitigasi bisa dilakukan sejak jauh-jauh hari.
Dari hasil audit tersebut, pihaknya akan melakukan pembatalan terhadap sertifikat-sertifikat yang terbit di atas sempadan sungai, begitupun dengan izin bangunannya. Nusron mengatakan, secara perlahan kawasan terkait akan dikembalikan ke fungsi sempadan sebagai pengamanan debit air supaya air tidak melimpah ke daratan.
“Nanti kita akan cek masih ada berapa tanah yang disertifikatkan di situ, kita batalkan karena itu di atas sempadan sungai. Akan kita cek ada berapa bangunan gedung, kita minta pemerintah untuk membatalkan (izin), supaya pelan-pelan dikembalikan menjadi fungsi sempadan,” ujar Nusron.
(Sumber:Terungkap Masalah Tanah yang Bikin Pegawai ATR/BPN Tersandung Kasus.)









