Jakarta (VLF) Ipda Rudy Soik dan keluarganya minta pertolongan kepada Presiden Prabowo Subianto dan Kapolri. Mereka ketakutan setelah sekitar 20 anggota Provos Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) mendatangi rumah Rudy untuk menjemput paksa polisi yang divonis Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) itu.
Kedatangan anggota Provos secara tiba-tiba membuat anggota keluarga Rudy trauma, termasuk di antaranya ada anak-anak. Rumah Ipda Rudy Soik berada di Kelurahan Bakunase II, Kecamatan Kota Raja, Kota Kupang, NTT.
Keluarga Rudy yang terkejut dengan kedatangan petugas itu berupaya melawan. Sembari berteriak histeris, mereka menghalau petugas.
“Kami butuh keadilan Pak Prabowo dan Pak Kapolri. Tolong, Pak. Kami sangat trauma,” ujar kakak Rudy Soik, Veny Soik (44), Senin malam (21/10/2024).
Keluarga Ketakutan
Veny sangat ketakutan atas peristiwa tersebut. Sebab, polisi secara paksa langsung menggeruduk rumah Rudy. Peristiwa tersebut membuat sejumlah saudari Rudy bersama anak-anaknya histeris.
“Kami semua perempuan dan anak-anak di sini takut karena mereka banyak. Datang seperti teroris,” tutur Veny sembari menangis.
Menurutnya, Rudy diperlakukan seperti pelaku kejahatan, penuh arogansi, dan sangat keterlaluan.
“Dia ini membuat kesalahan apa? Bukan begitu caranya, dengan anggota saja kalian perlakukan dia layaknya pelaku kejahatan,” ujarnya.
Pengacara Klaim Tak Ada Surat Perintah
Kuasa hukum Ipda Rudy Soik, Ferdy Maktaen, menyebut anggota Provos Polda NTT yang menjemput paksa kliennya tak dibekali surat perintah. Hal itu dinilai sebagai tindakan yang tak manusiawi.
“Saya minta agar Polda NTT lebih manusiawi. Kalau ada surat perintah terhadap klien kami, pasti dia kooperatif. Ini tiba-tiba datang dengan banyak pasukan, kan kami bingung,” ujar Ferdy, Senin malam.
Ferdy menjelaskan alasan penjemputan paksa itu karena Rudy tidak masuk kantor selama dua hari. Menurutnya, upaya tersebut merupakan akumulasi ketidakpuasan Kapolda NTT, Irjen Daniel Tahi Monang Silitonga, terhadap isu pemasangan garis polisi dan penyelidikan BBM ilegal yang dilakukan oleh Rudy.
Ferdy menilai penjemputan paksa itu merupakan upaya kriminalisasi dan pembungkaman terhadap Rudy ketika mau membongkar mafia BBM.
“Hari ini kita dipertontonkan sebuah drama bahwa anggota yang tidak masuk dua hari dijemput paksa oleh Polda NTT. Saya minta Kapolri segera atensi kasus ini,” ucapnya.
Ferdy menyayangkan tindakan Polda NTT yang semakin arogan. Dia menyebut Polda NTT tak mengikuti aturan Kapolri terhadap putusan yang diberikan kepada Rudy. Padahal keberatan yang telah diajukan tidak ada keputusan dan diberikan kepada Rudy.
“Tiba-tiba langsung datang jemput. Mirisnya hanya dua hari tidak masuk kantor saja langsung mau jemput paksa untuk ditahan. Kasihan sekali. Putusan sampai hari ini tidak dikantongi oleh klien kami,” ungkap Ferdy.
Polda NTT Akan Dilaporkan ke Komnas HAM
Ferdy akan melaporkan Polda NTT ke Komnas HAM. Menurut dia, aksi para provos itu membuat keluarga, istri, dan anak-anak Rudy trauma.
“Ini anak-anak pada trauma. Bayangkan saja anak-anak Pak Rudy menangis di belakang rumah. Ini membuat mental anak terganggu. Kami akan laporkan mereka ke Komnas HAM,” tegas Ferdy.
Ferdy akan membawa Rudy ke Polda NTT untuk menghadap, besok. Dia memastikan Rudy akan kooperatif tanpa berbelit-belit.
Sementara itu, Kasubdit Provos Bidpropam Polda NTT, AKBP Matheus, mengatakan Rudy tidak sempat dibawa ke Mapolda NTT untuk ditahan. Sebab, Rudy akan bersama kuasa hukumnya yang akan menghadap ke Mapolda NTT.
Menurut Matheus, Rudy bakal dibawa untuk menjalani penempatan khusus (patsus) selama 14 hari. Namun, Matheus tidak menjelaskan alasan penahanan terhadap Rudy.
“Ini bukan penahanan ya. Nanti ya, nanti ya baru kami sampaikan,” kata Matheus sembari meninggalkan rumah Rudy.
Sebelumnya, dari pantauan detikBali, sebanyak tiga mobil dari Bidpropam Polda NTT terparkir di halaman depan rumah Rudy. Saat ini dialog sedang berlangsung antara Rudy dengan petugas.
Sejumlah keluarga Rudy menolak dan mengusir petugas itu agar tidak mendatangi rumahnya. Sementara para wanita histeris di hadapan mereka.
“Bapak Kapolri, ini lah kondisi di Polda NTT. Ketika saya mengajukan hal-hal yang benar dalam proses penyelidikan (BBM),” ujar Rudy saat diwawancarai detikBali.
Rudy Melawan
Rudy menyebut baru pertama kali Polda NTT melakukan penggeledahan. Menurutnya, sesuai surat perintah, dia langsung dibawa untuk ditahan di Polda NTT.
Rudy menjelaskan penahanan tersebut, menurut Polda NTT, harus dilakukan selama 14 hari hingga PTDH. Namun, putusan penahanan 14 hari itu, Rudy sudah ajukan keberatan yang dalam aturan selama 30 hari Kapolda NTT harus membalas keberatannya.
“Sekarang sudah lewat 30 hari, mereka minta saya untuk ditahan dengan dalih sana-sini. Saya merasa ini adalah bentuk kriminalisasi,” jelas Rudy di hadapan para provos.
Rudy mengaku sebelumnya sudah mendapat intimidasi dan teror dari sejumlah pria berbadan kekar yang menutup wajahnya, datang memasang drone untuk memantau aktivitasnya.
“Saya tegaskan, saya bukan pelaku asusila, narkoba, dan korupsi, maupun pidana apa pun,” tegas Rudy.
Rudy mengatakan tidak ada masalah dengan siapa pun. Dia meminta segera membentuk tim independen untuk membongkar praktik mafia BBM di Kota Kupang.
“Saya hanya mau memperjuangkan hak saya. Mau ditembak mati pun saya tidak akan ikut (untuk ditahan),” pungkas Rudy.
Dijemput Paksa karena Tak Ngantor 2 Hari
Polda NTT menjelaskan perihal penjemputan paksa terhadap Ipda Rudy Soik di rumahnya. Polisi yang baru mendapatkan vonis dipecat itu dijemput paksa karena masalah disiplin.
“Proses penanganan itu adalah putusan perkara sidang disiplin yang menetapkan 14 hari dipatsus oleh atasan yang berhak menghukum. Karena yang bersangkutan mengajukan keberatan, tapi ditolak oleh tim yang terdiri dari Irwasda, Bidpropam, dan Kabidkum Polda NTT,” ungkap Kabid Propam Polda NTT Kombes Robert Anthoni Sormin saat konferensi pers di Mapolda NTT, Senin malam.
Sormin menjelaskan rentan waktu yang disampaikan Rudy sudah lewat batas terakhir, yaitu 23 Oktober 2024. Sehingga tidak boleh ada keterlambatan dalam mekanisme pengajuan keberatan.
Dia menegaskan kedatangan provos ke rumah Rudy, bukan terkait PTDH atau pemecatan, tetapi putusan sidang disiplin yang memutuskan Rudy dipatsus selama 14 hari karena tidak masuk kantor selama dua hari. Namun, Rudy belum menjalani hukuman tersebut.
Sormin membantah klaim kuasa hukum Rudy yang menyebut provos yang hendak menjemput Rudy tak mengantongi surat perintah penangkapan. Dia juga meluruskan jumlah anggota provos yang ke sana bukan 20 melainkan hanya 9 personel.
“Anggota yang ke sana hanya berjumlah 9 orang, bukan 20 orang ya. Mereka juga membawa surat perintah penangkapan yang sudah ditunjukkan kepada yang bersangkutan. Jadi pemberitaan bilang tidak ditunjukkan surat, itu bohong,” jelas Sormin.
Penunjukan surat penolakan pengajuan keberatan, Sormin berujar, bukan hak Rudy, tetapi kewenangan dari tim Polda NTT. Sehingga penjemputan paksa merupakan tindak lanjut dari putusan disiplin sebelumnya.
“Itu karena meninggalkan tugas selama dua hari tanpa izin ke luar wilayah NTT pada saat dia diperiksa sebagai terduga pelanggar,” tegas Sormin.
Rudy Masih Polisi Aktif
Kabid Humas Polda NTT, Kombes Ariasandy, mengatakan saat ini Rudy masih dinyatakan sebagai polisi aktif. Sebab, belum ada SKEP yang menyatakan Rudy sudah dipecat.
“Sampai saat ini dia masih berstatus anggota Polri. Sehingga dia wajib tunduk dan patuh terhadap aturan yang berkaitan dengan Polri,” tegas Ariasandy.
Dia menambahkan, anggota yang ke sana pun hanya 9 orang dengan membawa surat perintah lengkap dan menunjukan kepada Rudy dengan cara yang sopan sesuai aturan. Namun, Rudy menolak.
“Tadi ada pertimbangan-pertimbangan tertentu, makanya anggota tidak langsung membawanya. Kami menghindari adanya kontra produktif yang kemudian muncul peristiwa baru lalu merugikan kita bersama,” pungkas Ariasandy.
(Sumber : Ipda Rudy Soik Minta Tolong Prabowo Setelah Rumahnya ‘Diserbu’ 20 Provos.)