Jakarta (VLF) Aksi penyegelan ruang kelas di SDN 061 Tapparang, Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat (Sulbar) oleh warga yang mengaku sebagai pemilik lahan kini berbuntut panjang. Warga yang melakukan penyegelan itu resmi dilaporkan ke polisi.
Laporan polisi tersebut dilakukan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Polman bersama pihak sekolah SDN 061 Tapparang. Laporan dibuat atas dasar pihak Dikbud Polman memiliki sertifikat tanah di lahan yang diklaim warga tersebut.
“Kita melapor kepada pihak yang berwajib secara resmi, kami melapor ke Polres (Polman) itu diwakili kepala sekolah bersama kepala seksi yang menangani aset yang ada di Dinas Pendidikan,” kata Kabid Sarana dan Prasarana Dikbud Polman Deddi Irawan kepada wartawan melalui sambungan telepon, Rabu (3/1/2024).
Warga buka segel SDN 061 Tapparang di Kabupaten Polman, Sulbar. Foto: (Abdy Febriady/detikcom)
Deddi mengatakan, telah berulang kali mengingatkan warga bernama Solihin yang mengaku sebagai pemilik lahan itu agar tidak melakukan tindakan melawan hukum. Namun imbauan itu tidak diindahkan hingga nekat melakukan penyegelan.
“Kami selalu melakukan mediasi untuk tidak melakukan hal-hal melawan hukum, akhirnya dia menyampaikan kalau begitu akan disegel,” ujarnya.
Deddi menjelaskan, sebelumnya Solihin berulang kali mendatangi kantor Dikbud Polman. Kedatangannya dengan maksud untuk meminta ganti rugi.
“Sebenarnya oknum tersebut sudah berkali-kali ke kantor dinas untuk meminta ganti rugi karena mengaku itu (lahan) milik orang tua mereka, kita selalu melakukan mediasi secara kekeluargaan tentu dengan meminta bukti apakah lahan di sekolah tersebut masih milik pribadi,” jelasnya.
Hanya saja kata Deddi, warga tersebut tidak mampu menunjukkan surat bukti kepemilikan. Sebaliknya, Dikbud Polman justru memiliki bukti kepemilikan tanah berupa sertifikat dan akta jual beli (AJB).
“Tetapi sampai penyegelan tidak mampu dibuktikan. Sementara kami di dinas yang tersimpan di bagian asset itu memiliki bukti sertifikat dan jual beli, itu ada semua,” terangnya.
Terkait tudingan adanya unsur pemalsuan tanda tangan dan cap jempol dalam AJB tanah sekolah, Deddi mengaku menyerahkan semuanya ke pihak berwajib untuk membuktikan.
“Kalau itu kami tidak tahu apa palsu atau tidak karena kami tidak punya bukti. Tentunya pihak-pihak profesional dalam melihat itu yang lebih tahu, kita serahkan pada pihak berwajib,” tutupnya.
Warga Klaim Pemalsuan Tanda Tangan AJB
Warga setempat bernama Saharuddin yang merupakan saudara dari Solihin (54) yang mengaku sebagai pemilik lahan sekolah meminta polisi untuk menyelidiki dugaan pemalsuan tanda tangan dan cap jempol orang tuanya dalam AJB. Menurutnya pihaknya tidak pernah menjual lahan tersebut.
“Polisi harus selidiki itu. Soalnya ibu saya tidak pernah menjual itu tanah, begitupun dengan saya. Bahkan dalam akta jual beli, nama saya tercantum dan ikut bertanda tangan padahal saat itu saya ada di Malaysia,” ungkap Saharuddin, Rabu (3/1).
Saharuddin juga meminta polisi memanggil semua pihak yang terlibat dalam proses jual beli tanah tersebut. Khususnya mereka yang namanya tercantum dalam AJB.
“Pokoknya itu semua yang terlibat harus dipanggil untuk dimintai keterangan. Supaya ketahuan, siapa yang telah menjual dan telah menerima uangnya,” tuturnya.
Polisi Usut Dugaan Pemalsuan Tanda Tangan
Polisi memberi atensi terhadap kasus penyegelan sekolah tersebut. Dugaan pemalsuan tanda tangan dan cap jempol dalam akta jual beli (AJB) warga yang mengaku pemilik lahan akan diusut.
“Itu tetap akan kita selidiki, namun belum bisa disimpulkan,” kata Kanit Resum Polres Polman Iptu Iwan Rusman kepada wartawan, Rabu (3/1).
Iwan mengaku butuh waktu untuk mengusut dugaan tersebut. Namun dia memastikan akan memanggil seluruh pihak yang diduga memiliki keterkaitan.
“Semua pihak terkait untuk kepentingan penyelidikan pasti akan kami panggil,” pungkas Iwan.
(Sumber : Buntut Panjang Warga Ngaku Pemilik Lahan Segel SD di Polman.)