Jakarta (VLF) Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor yang diajukan tersangka kasus dugaan korupsi investasi fiktif alias bodong yang sedang ditangani KPK, Antonius NS Kosasih. MK menilai permohonan tersebut tidak beralasan hukum.
“Amar putusan menolak permohonan provisi pemohon. Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang putusan di gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (16/10/2024).
MK juga menolak permohonan provisi atau putusan sela yang diajukan Antonius selaku pemohon. MK berargumen unsur perbuatan yang terdapat pada Pasal 2 ayat (1) yang digugat itu mempunyai iris makna yang sama dengan unsur menyalahgunakan kewenangan dan kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang terdapat dalam norma Pasal 3 Undang-Undang Tipikor.
“Dengan sendirinya telah terjawab bahwa fakta hukum demikian tidak serta-merta dapat menimbulkan adanya ketidakpastian hukum terhadap norma Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor. Terlebih jika norma tersebut diartikan secara parsial, maka akan diperoleh tafsiran seolah-olah dengan tidak terdapatnya rumusan unsur actus reus berupa perbuatan fisik atau tindakan konkret yang dapat dideskripsikan sehingga dapat dikatakan tidak memenuhi unsur melawan hukum, dan merugikan keuangan atau perekonomian negara,” ujar hakim MK Enny.
“Sebab, secara filosofi, hakikat sesungguhnya rumusan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor adalah merupakan bentuk antisipasi pembentuk undang-undang terhadap banyaknya varian tindak pidana korupsi yang senantiasa berkembang pesat seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, sehingga rumusannya dibuat sedemikian rupa agar dapat menjangkau berbagai modus operandi penyimpangan keuangan negara atau merugikan perekonomian negara yang semakin canggih dan pembuktiannya rumit,” lanjutnya.
MK juga menolak alasan pemohon yang merasa khawatir Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor berpotensi dapat disalahgunakan para penegak hukum. MK menegaskan sudah ada mekanisme kontrol proses penegakan hukum lewat praperadilan.
“Jika terhadap penegakan hukum yang diduga ada proses yang tidak sesuai dengan prinsip prinsip due process of law, maka terhadap hal demikian juga telah tersedia mekanisme kontrol pengawasan melalui lembaga praperadilan,” ujarnya.
MK juga menegaskan sudah ada putusan sebelumnya yang menegaskan kerugian negara harus dapat dibuktikan adanya actual loss sehingga unsur kerugian negara terpenuhi. MK menegaskan pasal-pasal yang digugat itu sebenarnya telah memberikan kepastian hukum.
Sebelumnya, ANS Kosasih memohon kepada MK agar menyatakan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PPU-XIV/2016 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Berikut petitum dari pihak ANS Kosasih:
Dalam Provisi.
- Mengabulkan Permohonan Provisi Pemohon untuk seluruhnya.
- Memerintahkan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menunda menjalankan tindakan penyidikan dan upaya paksa terhadap Pemohon berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999.
Dalam Pokok Perkara.
- Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya.
- Menyatakan materi muatan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 dan Tambahan Lembaran Negara setelah Putusan Mahkamah Konstitusi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
- Memerintahkan pemuatan putusan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Atau terakhir, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya atau ex aequo et bono.
(Sumber : MK Tolak Permohonan Tersangka KPK Hapus Pasal Kerugian Negara UU Tipikor.)