Category: Victory Law Firm

Panggilan Bekerja Berupa Pengumuman, Mogok Kerja Tidak Sah

Jakarta (VLF) – Dugaan penyimpangan ketentuan peraturan ketenagakerjaan yang dilakukan oleh PT Glopac Indonesia, yaitu diantaranya tidak diikutsertakan ke dalam program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, memaksa Murtini, dkk (63 orang) melakukan pemogokan kerja sejak tanggal 30 Maret 2011.

Demikian tulis Murtini dalam surat gugatannya di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri Kelas IA Bandung. Murtini menuntut perusahaan pembungkus kemasan makanan dan minuman berbahan baku dasar karton itu, untuk mempekerjakan kembali dirinya bersama 62 karyawan lainnya ditempat dan pada jabatan semula.

Terhadap gugatan Murtini, dkk, perusahaan yang berlokasi di Jalan Jati 5 Blok J.4 No. 3 Kawasan Newton Techno Park, Kec. Cikarang, Kab. Bekasi tersebut, membantah dalil-dalil gugatan Murtini. Perusahaan yang diwakili oleh Philip Sumali selaku Direktur Utama menganggap Murtini, dkk telah melakukan mogok kerja tidak sah dan telah dianggap mengundurkan diri.

Philip telah memanggil Murtini, dkk secara tertulis untuk masuk bekerja, melalui pengumuman No. 004/PGA/P/III/2011 tertanggal 30 Maret 2011, pengumuman No. 005/PGA/P/III/2011 tertanggal 31 Maret 2011 dan pengumuman No. 006/PGA/P/III/2011 tertanggal 01 April 2011, yang ditempel di pintu gerbang perusahaan.

Namun menurut Philip dalam jawaban gugatan, oleh karena para pekerja tidak mengindahkan panggilan bekerja maka perusahaan mengkualifikasikan mangkir dan dianggap mengundurkan diri.

Atas dalil gugatan Murtini, dkk dan jawaban perusahaan, PHI Bandung telah memberikan putusan Nomor 45/G/2012/PHI/PN.BDG tanggal 20 Desember 2012, yang amarnya menyatakan putus hubungan kerja Murtini, dkk dengan kualifikasi mengundurkan diri, dan menghukum perusahaan untuk membayar uang pisah kepada Murtini, dkk sebesar Rp.74 juta.

Dalam pertimbangan hukumnya, PHI Bandung berpendapat bahwa perusahaan telah secara patut memanggil para pekerja yang melakukan mogok kerja tidak sah melalui pengumuman yang ditempel di pintu gerbang perusahaan pada tanggal 30 Maret 2011, 31 Maret 2011 dan 1 April 2011.

PHI Bandung berpendapat, bahwa mogok kerja yang dilakukan oleh para pekerja tidak memenuhi ketentuan Pasal 137, Pasal 138 dan Pasal 139 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Keberatan dengan putusan PHI Bandung, Murtini, dkk melalui kuasa hukumnya dari Kantor Hukum Sonny H Pakpahan, mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung pada tanggal 11 Januari 2013, sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Kasasi Nomor 03/Kas/G/2013/PHI/PN.Bdg yang disertai dengan memori kasasi tanggal 22 Januari 2013.

Mahkamah Agung menilai putusan PHI Bandung telah benar dan tidak salah dalam menerapkan hukum, bahwa mogok kerja yang dilakukan Para Pemohon Kasasi tidak sah dan telah melakukan mangkir selama lebih dari 7 (tujuh) hari dan telah dipanggil secara patut sehingga dikualifikasikan mengundurkan diri, mogok kerja tersebut tidak memenuhi ketentuan Pasal 140 ayat (2) huruf a jo Pasal 3 huruf d dan Pasal 6 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep. 232/Men/2003.

Atas pertimbangan tersebut di atas, ternyata bahwa putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi Murtini, dkk tersebut harus ditolak, demikian ujar Marina Sidabutar, S.H., M.H., selaku Ketua Majelis Hakim Agung pada Mahkamah Agung membacakan putusan Nomor 291 K/Pdt.Sus-PHI/2013 tanggal 26 Juni 2013.

( Sumber : Panggilan Bekerja Berupa Pengumuman, Mogok Kerja Tidak Sah )

Manager Diangkat Direksi, MA Tetapkan Pesangon Akibat PHK 13 Tahun Lalu

Jakarta (VLF) – PT. Tradition Indonesia dihukum untuk membayar uang pesangon kepada Vijay Prapti sebesar Rp.179 juta, akibat pengangkatan Vijay dari manager menjadi anggota direksi sejak Oktober 1993 lalu.

Majelis Hakim Peninjauan Kembali (PK), menilai perusahaan tetap mempunyai kewajiban untuk memberikan uang pesangon kepada Vijay.

Hakim Agung Sudrajad Dimyati selaku Ketua Majelis, menilai tindakan perusahaan mengangkat Vijay sebagai direksi, seharusnya didahului dengan pemutusan hubungan kerja.

“Bahwa dalam pengangkatan selaku anggota direksi dari jabatan manager hak-hak Pemohon selaku Pekerja/Manager belum ada penyelesaian diikuti dengan pembayaran uang kompensasi sesuai dengan ketentuan hukum ketenagakerjaan”, ujar Sudrajad, Rabu (12/10/2016) lalu.

Dalam putusan PK bernomor 69 PK/Pdt.Sus-PHI/2016, MA menghukum perusahaan yang berlokasi di Mayapada Tower, jakarta Pusat tersebut, untuk membayar uang pesangon akibat PHK yang terjadi pada 13 tahun lalu itu.

Namun demikian, hubungan kerja keduanya dinyatakan putus terhitung sejak Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengucapkan putusan pada 25 Agustus 2014 melalui Putusan No. 11/PHI.G/2014/Jkt.Pst.

Sebelumnya, PHI Jakarta Pusat mewajibkan perusahaan untuk membayar uang pesangon sebesar Rp.1,5 miliar lebih kepada Vijay. Tak terima dengan putusan tersebut, perusahaan mengajukan kasasi, yang dalam putusan No. 15 K/Pdt.Sus-PHI/2015 tanggal 28 Mei 2015, MA dalam tingkat kasasi membatalkan putusan PHI Jakarta Pusat, dan menyatakan gugatan Vijay tidak dapat diterima. 

( Sumber : Manager Diangkat Direksi, MA Tetapkan Pesangon Akibat PHK 13 Tahun Lalu )

Ima Adukan Gary ke Komnas Perempuan

Jakarta (VLF) – Sikap kasar aktor Gary Iskak hingga berujung pada tindakan fisik diyakini Ima Risma, mantan kekasih yang dihamili Gary di luar nikah itu, tidaklah bisa dibenarkan.

Atas dasar itulah, Risma akan mengadu ke Komisi Nasional (Komnas) Perempuan pada Rabu (12/5/2010).

Rencananya, Risma akan didampingi oleh tiga pengacaranya, yakni Endah Murnalita, Unarta, dan Adi.   “Kami akan berencana ke Komnas Perempuan. Risma akan ikut, karena dia meminta untuk ikut,” kata Endah Murnalita, kuasa hukum Risma di Jakarta, Rabu (12/5/2010).

Setelah dirawat selama dua hari di Rumah Sakit Puri Mandiri, Kedoya, Jakarta, Risma akhirnya diperkenankan pulang. 

Menurut Endah, karena kondisi yang masih tidak sehat, ia sempat melarang Risma untuk tidak turut serta ke Komnas Perempuan. Namun, karena Risma terus mendesak  akhirnya tim pengacara pun memperbolehkannya.  

Endah mengaku, sejak kemarin pihaknya telah berhubungan dengan pihak Komnas Perempuan dan membuat janji terkait rencana pertemuan tersebut. “Kami sudah teleponan kemarin dan sudah janjian,” tandasnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Ima Adukan Gary ke Komnas Perempuan”, https://ekonomi.kompas.com/read/2010/05/12/15375666/ima.adukan.gary.ke.komnas.perempuan

PT MBP Mengaku Kasus Kecelakaan Kerja Dirman Telah Selesai

Jakarta (VLF) – Pihak PT Maju Bhakti Prasindo (MBP), mengaku kasus kecelakaan kerja yang menimpa karyawannya yaitu Dirman Bin Ojol telah selesai. Hal tersebut disampaikan Kuasa Hukum PT Maju Bhakti Prasindo (MBP) Adi Setiawan diruang meeting pabrik di jalan Jati 5 Blok J24 No 2 Kawasan Newton Tekno Park Cikarang Selatan pada Jum’at sore (14/10).

Ia menunjukan surat persetujuan yang ditandatangani Dirman Bin Ojol pada tanggal 27 September 2011. Selain itu pihaknya juga telah memberikan santunan sebesar Rp20 Juta kepada Dirman melebihi apa yang diperintahkan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi yaitu sebesar Rp 17 Juta.

“Pokoknya urusan ini telah selesai, kami juga tetap mempekerjakan Dirman sesuai dengan kemampuannya yaitu sebagai salah satu staf di gudang kami, Ini bisa anda lihat dari surat yang ditandatangan Dirman diatas materei ” ujarnya seraya diamini manager HRD Dedi.

Terhadap santunan Jamsostek Adi enggan menanggapi sebab hal tersebut merupakan kewenangan Jamasostek, malah ia menyuruh untuk mempertanyakan kepada PT Jamsostek, perihal kecelakaan kerja yang dialami dirman hingga mengakibatkann tangannya cacat tetap alias bunting.

“Kewajiban kami adalah memberikan santuan kepada Dirman, adapun terkait Jamsosteknya itu diserahkan sepenuhnya kepada PT Jamsostek,” tambahnya.

Saat ditanya apakah Dirman terdaptar di PT Jamsostek saat terjadi kecelakaan Adi menjelaskan saat terjadi kecelakaan keanggotaan Jamsostek Dirman tengah diproses.Namun ia tidak bisa memberikan bukti kalau Dirman sudah terdaptar sebagai peserta Jamsostek saat terjadi kecelakaan.

Kasus Dirman bin Ojol mencuat kepublik saat ia mengadukan nasibnya kepada LSM LP3D dan dilaporkan ke Disnaker Kabupaten Bekasi. Hal tersbut ia lakukan lantaran selama hampir tujuh tahun sejak terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan tangan kanannya cacat pada tahun 2004 ia tidak mendapat santuan baik dari perusahaan tempat ia bekerja mapun dari PT Jamsostek.

Sementara itu PT Maju Bhakti Prasindo (MBP)kebakaran jenggotsaat kasus terbut dilaporkan kepada pihak yang berwenang dan segera mengambil langkah dengan menyantuni Dirman Bin Ojol dengan langsung mentransper uang sebesar RP 20 Juta tanpa persetujuan yang bersangkutan sebelum dipanggil Komsi D DPRD Kabupaten Bekasi pada Jum’at pekan lalu.

Bahkan terkait surat pernyataan tidak ada masalahpun Dirman sempat mencabutnya dan hal tersebut dibenarkan oleh Manager HRD perusahaan tersebut saat dipanggil di Komisi D.

Sementara Ketua LP3D Jonly Nahampun selaku kuasa dari Dirman mengaku akan melaporkan kasus tersebut ke Komnas HAM serta mempidanakan perusahaan tersebut lantaran dianggap lalai dengan tidak melaporkan kasus tersebut ke Disnaker.

“Kita akan pidanakan lantaran selama tujuh tahun mereka tidak melaporkan kasus tersebut ke Disnaker, tidak menyantuni serta mengurus Jamsostek sebagai hak Dirman. Mereka baru mau bertindak setelah kita rame ini apakah ini manusiawi,” ujarnya dengan nada geram.

( Sumber : PT MBP Mengaku Kasus Kecelakaan Kerja Dirman Telah Selesai )

GS Yuasa gugat merek Gold Shine

Jakarta (VLF) – Perusahaan asal Jepang, GS Yuasa Corporation tengah bersengketa di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Produsen aki tersebut menggugat pengusaha lokal, Lusy Darmawati Waluyo lantaran telah mendaftarkan merek Gold Shine.

Iqbal Baharudin dari kantor hukum ASP Law Firm selaku kuasa hukum GS Yuasa enggan untuk memberikan tanggapan perihal gugatan yang terdaftar No.21/Pdt.Sus/Merek/2013.

Namun dalam berkas gugatannya disebutkan GS Yuasa mengajukan pembatalan merek Gold Shine milik Lusy di bawah No.IDM000131477 untuk melindungi kelas 09, yakni segala macam accu (aki), baterai, baterai kering, baterai basah, dan sel-sel accu.

GS Yuasa tidak terima dengan pendaftaran merek Gold Shine lantaran memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek GS miliknya. Hal itu terlihat dengan penggunaan kata GS sebagai pokok merek, sedangkan kata Gold Shine diletakkan di bagian bawah dengan ukuran huruf yang lebih kecil.

Sehingga tidak dapat dibedakan antara merek penggugat dengan tergugat, lantaran kata GS pada merek milik Lusy sangat dominan. GS Yuasa mengklaim merek GS miliknya sebagai merek terkenal dan sudah terdaftar terlebih dulu di Indonesia. Setidaknya ada 8 merek GS milik GS Yuasa yang terdaftar di direktorat merek Ditjen HKI.

Di antaranya, merek GS terdaftar No.63999 tanggal 21 Juli 1958 untuk melindungi kelas barang 09 telah diperpanjang selama berkali-kali. Merek GS Premium dengan daftar No.000000456 tertanggal 11 Februari 2003, GS Maintenance Free No.IDM000000457 tanggal 11 Februari 2003, dan GS Hybrid No.IDM000000458 tertanggal 11 Februari 2003.

GS Yuasa menuding Lusy telah mendompleng oleh merek miliknya yang sudah lebih dulu dikenal dan terdaftar di Indonesia, sehingga pendaftaran merek tergugat didasari oleh iktikad tidak baik dan karenanya bertentangan dengan Pasal 4 UU Merek. Lusy dipandang membonceng keterkenalan merek penggugat untuk memperoleh keuntungan tanpa harus mempromosikan mereknya sendiri.

Ani Pursiani kuasa hukum Lucy membantah semua tudingan GS Yuasa terlebih pendaftaran mereknya didasarkan dengan iktikad baik. “Merek kami sudah terdaftar di direktorat merek dan sudah diperpanjang sampai tahun 2020,” singkatnya.

Rencananya, sidang yang diketuai Majelis Hakim Dwi Sugiarto akan kembali digelar pada Rabu (5/6) dengan agenda jawaban dari pihak Lusy

( Sumber : GS Yuasa gugat merek Gold Shine )

Diduga Bangkrut Salah Satu Kapal Tugboat Milik PT PERSADA LINES Disita Pengadilan Pekanbaru

Jakarta (VLF) – Pihak dari Pengadilan Pekanbaru memerintahkan pengadilan Kota dan Syahbandar Batam untuk melakukan penyitaan terhadap salah satu kapal dari PT PERSADA LINES yang mana surat surat kapal tersebut resmi ditahan oleh pihak Syahbandar Batam.

Di karenakan berdasarkan hasil sidang terakhir kapal SPOB. PERSADA XXVII resmi di sita oleh pengadilan dan tdk dpt di operasikan lagi Dan seluruh gaji crew dan uang makan crew kapal SPOB PERSADA XXVII dari pihak pengadilan yg datang ke kapal pukul 16.00 wib dan semua kewajiban dan hak kru masih menjadi tanggungan pihak PT PERSADA LINES selaku pemberi kerja dan pemilik Kapal.

” Berdasarkan informasi yg sy dapat dri crew yg di lapal tadi pihak pengadilan dari pekan baru memerintahkan pengadilan batam bersama pihak syahbandar,untuk mengexekusi kapal SPOB. PERSADA XXVII dan surat2 kapal smua di tahan oleh pihak syahbndar” Ungkap salah satu yang tidak mau disebutkan namanya,Kamis ( 29/03/2018).

Ia juga menambahkan bahwa ia juga sudah tidak betah bekerja dengan pihak perusahaan karena selalu umbar -umbar janji dan tidak ditepati,karena gaji mereka belum dibayarkan selama 4 bulan,dan sekarang kapal disita membuat para kru menjadi dilema.

” Tambah pusinglah pak,gaji belum dibayar,sekarang kapal disita oleh pengadilan .Bagaimana lah nasib kami,mau tak mau kita tetap bertahan di kapal sebelum gaji dibayarkan seluruhnya oleh perusahaan”.Tambahnya lagi.

( Sumber : Diduga Bangkrut Salah Satu Kapal Tugboat Milik PT PERSADA LINES Disita Pengadilan Pekanbaru )

Forum Bisnis IP Asia,Terkait HKI Indonesia Masih Tertinggal Jauh

Jakarta (VLF) –  Hak kekayaan Intelektual dewasa ini sudah menjadi sebuah asset berharga yang harus di jamin dan di lindungi, bisnis hak kekayaan intelektual bukan lagi menjadi hal baru dalam dunia kepengacaraan, demikian pula dengan Victory Law Firm yang sejak 2012 sudah fokus dalam Persoalan Hak kekayaan Intelektual, dan saat ini telah memilliki beberapa konsultan HKI yang berkompeten, serta menjadi Anggota AKHKI aktif.

Sebagai Anggota aktif AKHKI, tentunya Victory Law Firm turut serta dalam berbagai kegiatan AKHKI, diantaranya hadir dalam BIP ASIA Forum (Business of IP Asia Forum) yang di selenggarakan di Hongkong pada tanggal 7 sampai 8 Desember 2017 baru-baru ini. Victory Law Firm sendiri hadir dengan memboyong 3 personil dari Indonesia, Yakni : Adi Setiawan, S.H.,M.H., selaku advocat dan IP konsultan (Managing Partner Victory Lawfirm), Fernando P Pakpahan,S.H., Selaku advocat dan IP partner serta seorang staff operasional.

Dalam forum tersebut, AKHKI memberikan kesempatan pada para IP konsultan/partner yang hadir termasuk Victory Law Firm untuk melakukan pameran dan pengenalan terkait Bisnis Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, yang secara notabenenya Indonesia merupakan pangsa pasar yang menjanjikan. Namun dalam realitasnya, dimata masyarakat internasional, Indonesia sendiri masih belum mendapatkan tempat yang layak walau secara harfiah diakui Indonesia adalah negara kaya yang memiliki pangsa pasar yang luas dan menjanjikan.

Memang tidak dapat kita pungkiri pandangan masyarakat internasional tersebut, dalam hal Hak kekayaan Intelektual harus kita akui bahwa negara kita masih tertinggal dibandingkan negara-negara Asia lainnya. Selain kelemahan bahwa Indonesia yang masih belum tergabung dalam keanggota WIPO, dalam hal pengurusan Hak Kekayaan intelektual seperti sertifikasi merek didalam negeri sendiri, kita masih mengalami kendala waktu yang panjang, yakni minimal 2 tahun sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Namun apabila kita menelik pada negara tetangga seperti Singapore, dalam hal sertifikasi merek, Singapore hanya membutuhkan waktu selama 6 bulan untuk sampai pada tahapan  sertifikasi merek. Sehingga akhirnya mendorong para investor lebih memilih Singapore sebagai negara destinasi terkait pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual.

Mengingat hal tersebut, agaknya pemerintah harus mulai berbenah serta mengkaji kembali peraturan-peraturan terkait Hak kekayaan Intelektual, guna mempermudah pengurusan perizinan serta sertifikasi Hak Kekayaan Intelektual. Karena dalam era globalisasi dan teknologi seperti saat ini, Hak Kekayaan Intelektual adalah sebuah kebutuhan mendasar dalam mempertahankan eksistensi sebuah perusahaan.

Menjadi kebanggan bagi Victory Law Firm sebagai anak bangsa yang hadir membawa nama Indonesia dalam forum Internasional, apabila kelak Indonesia mampu tampil sebagai salah satu negara destinasi dunia dalam melakukan pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual. Dan Victory Law Firm sendiri siap berdiri bersama AKHKI untuk mewujudkan hal tersebut, yang dimana memang saat ini Victory Law Firm telah melakukan penjajakan kepada beberapa Investor Asing serta terus mengenalkan Indonesia kepada kolega-kolega maupun rekanan Victory Law firm yang berada di luar Indonesia. (admin)

Salah Sita Aki GS, Kemenkum HAM Diperintahkan Minta Maaf Secara Terbuka

Jakarta (VLF) -Mahkamah Agung (MA) memerintahkan Ditjen Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) meminta maaf kepada Lucy Darmawati Waluyo dan Tri Handoko secara terbuka. Sebab, aparat Dirjen KI salah sita aki yang dikira palsu, ternyata aki asli.

Aki yang disita adalah Aki GS-Gold Shine, di mana aki itu sudah terdaftar di Ditjen KI dengan Nomor IDM000131477 yang dimiliki oleh Lucy. Sedangkan Tri Handoko merupakan distributor aki GS-Gold Shine untuk wilayah Banten.

Kasus ini meletup saat penyidik PNS (PPNS) Ditjen KI melakukan razia dan menyita ratusan aki GS-Gold Shine pada 20 November 2012. Dalam penyitaan itu, PPNS Ditjen KI tidak menunjukkan surat izin penyitaan dari pengadilan setempat.

Lucy juga tidak terima bila Ditjen KI menyebut GS Gold-Shine sebagai aki palsu yang berakibat konsumen tidak lagi mau membelinya.

Atas kejadian itu, Lucy dan Tri menggugat Kemenkum HAM dan Ditjen KI sebesar Rp 1,2 miliar untuk kerugian materil dan Rp 10 miliar untuk kerugian immateril. Tidak hanya itu, Lucy dan Tri meminta Kemenkum HAM meminta maaf di media nasional.

Gayung bersambut. Pada 9 Juli 2013, Pengadilan Negeri (PN) Tangerang menyatakan penyitaan di atas merupakan perbuatan melawan hukum dan menjatuhkan hukuman kepada Ditjen KI dan Kemenkum HAM untuk meminta maaf kepada Lucy dan Tri di 2 media cetak dan elektronik selama 3 hari berturut-turut. Selain itu, pemerintah juga wajib membayar kerugian ke penggugat Rp 50 juta.

Vonis itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Banten pada 25 Februati 2014. Tidak terima dengan putusan itu, Kemenkum HAM dan Ditjen KI mengajukan kasasi. Apa kata MA?

“Menolak kasasi Pemerintah RI, cq Menkum HAM, cq Ditjen KI, cq Direktorat Penyidikan,” putus majelis kasasi sebagaimana dilansir website MA, Kamis (22/9/2016).

Duduk sebagai ketua majelis hakim agung Mahdi Soroinda Nasution dengan anggota hakim agung Yakup Ginting dan Nurul Elmiyah.

“Terbukti Tergugat menyita barang milik Penggugat berupa baterai yang sudah terdaftar di Direktorat Paten Departemen Kehakiman,” kata majelis dengan suara bulat.
(asp/rvk) (sumber : Detik ;Salah Sita Aki GS, Kemenkum HAM Diperintahkan Minta Maaf Secara Terbuka)

PENGACARA ACCU GS GOLD SHINE SOMASI DITJEN HKI

Jakarta (VLF) – Kuasa hukum PT.GS Gold Shine Battery Adi Setiawan Unarta: “Ini sudah terdaftar, apakah ini bisa dinyatakan palsu”. Photo by KNC doc.

Jakarta, 22/11/2012 (Kominfonewscenter) – Kuasa hukum PT.GS Gold Shine Battery Adi Setiawan Unarta SH MH menyampaikan somasi kepada Direktur Penyidikan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) terkait penyitaan sejumlah accu dan atau battery merek GS Gold Shine milik kliennya, di toko-toko yang memperdagangkan barang milik kliennya.

Somasi/teguran itu terkait tindakan dan perbuatan melanggar hukum dengan semena-mena Direktorat Penyidikan pada Ditjen HKI yang telah menyita accu dan atau battery milik kliennya di toko-toko yang memperdagangkan barang milik kliennya tersebut.

“Jadi Ditjen Haki telah melakukan sewenang-wenangan dengan melalukan sweeping dan mengatakan aki klien saya adalah aki palsu”, kata Adi Setiawan dalam jumpa pers di Kantor Victory Law Firm Jakarta, Kamis sore (22/11).

Adi menyatakan accu atau battery merek GS Gold Shine telah terdaftar resmi pada Ditjen HKI dengan nomor IDM000131477.

“Itu terdaftar dan sampai sekarang ini masih dilindungi sampai dengan tahun 2020”, kata Adi Setiawan.

Dalam somasi itu Adi Setiawan menjelaskan, kliennya adalah pemilik sekaligus distributor accu maupun battery merek GS Gold Shine, dan kliennya telah memproduksi dan memasarkan accu tersebut selama puluhan tahun.

Merek accu maupun battery GS Gold Shine yang terdaftar resmi pada Ditjen HKI dengan nomor IDM000131477 sampai saat ini tidak pernah dibatalkan.

Namun tgl.20 November 2012 Direktorat Penyidikan Ditjen HKI telah melakukan penyitaan sekaligus mengeluarkan pernyataan kepada publik bahwa accu maupun battery merek GS Gold Shine yang diproduksi kliennya merupakan produk palsu.

“Ini dia dikatakan pasal 90, 91 dan 94, 90, 91 adalah terkait dengan pemalsuan merek padahal kita masih punya sertifikat merek, karena itu kami mensomasi Ditjen Haki untuk mengklarifikasi hal ini”, kata Adi.

Adi menyatakan kliennya tidak pernah memproduksi aki palsu. “Ini sudah terdaftar, apakah ini bisa dinyatakan palsu, sudah terdaftar dari tahun 2000 dan sudah diperpanjang tahun 2010 dan dilindungi sampai tahun 2020”, tambah Adi.

Menurut Adi tindakan penyitaan oleh Direktorat Penyidikan Ditjen HKI tersebut merupakan perbuatan melawan hukum oleh penguasa karena merek accu maupun battery GS Gold Shine telah terdaftar pada Ditjen HKI yang sampai sekarang tidak pernah dibatalkan.

“Itulah kami mensomasi, kami melakukan peringatan, melakukan teguran kepada Ditjen Haki, mereka telah melakukan tindakan sewenang-wenangan”, tegas Adi.

“Mereka langsung men-judge (menghakimi) kami punya barang, klien kami punya barang itu barang palsu, dasar apa mereka menyatakan barang klien kami palsu”, tambah Adi.

Dalam somasi itu Adi meminta Direktorat Penyidikan Ditjen HKI tidak melakukan tindakan hukum apapun lagi yang dapat lebih merugikan kliennya, mengembalikan barang-barang berupa accu maupun battery merek GS Gold Shine hasil penyitaan kepada kliennya secara utuh, serta merehabilitasi nama baik kliennya selaku pemegang merek accu maupun battery GS Gold Shine yang telah terdaftar pada Ditjen HKI dengan nomor IDM000131477. ( Sumber :PENGACARA  ACCU GS GOLD SHINE SOMASI  DITJEN HKI )

SENGKETA MEREK DURAVIN: Wavin BV Gugat Pengusaha Lokal

Jakarta (VLF) – Perusahaan asal Belanda Wavin B.V. tengah mengajukan gugatan pembatalan pendaftaran merek Duravin milik pengusaha lokal Jamin Halim di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Kuasa hukum Wavin BV (penggugat) Elly Puspita Sari mengatakan bahwa pendaftaran merek Duravin itu mendompleng ketenaran merek kliennya. “Dia tidak usah susah payah bikin merek baru,” katanya, Selasa (16/4/2013).

Merek yang tengah diajukan pembatalannya itu terdaftar di bawah No. IDM000354482 untuk melindungi kelas barang 17 berupa fittings (alat montasi pipa udara, bukan dari logam), selang, lembaran plastik. Merek Duravin ini terdaftar sejak 2 Mei 2012.

Merek Duravin tersebut ternyata berada dalam satu kelas barang dengan merek Wavin yang terdaftar No.IDM000027319 berupa tabung-tabung lentur bukan dari logam, bagian-bagian penyambung tabung-tabung, bagian-bagian penghubung tabung-tabung, pipa-pipa bagian tabung-tabung, dll.

Perkara ini telah masuk pada pemanggilan para pihak. Pihak Jamin Halim yang beralamat di Medan baru muncul di pengadilan setelah beberapa kali pemanggilan.

Sidang ini aka dilanjutkan pada 25 April mendatang dengan agenda menerima jawaban tergugat (Jamin Halim). Kuasa hukum tergugat belum memberikan tanggapan atas kasus ini.

Sebelumnya, Wavin BV juga pernah menggugat pengusaha lokal lainnya, Burhan, selaku pemegang merek Carvin di Indonesia. Pengadilan telah membatalkan tiga merek Carvin milik Burhan yang terdaftar pada kelas barang 17. ( Sumber : SENGKETA MEREK DURAVIN: Wavin BV Gugat Pengusaha Lokal )